Menggali Jejak Tradisi Leher Panjang: Sebuah Catatan Perjalanan ke Pedalaman Chiang Rai, 1996

 

kenangan bersama dengan suku Karen (Foto ist.)


Damariotimes. Tahun 1996, sebuah petualangan budaya membawa saya jauh ke pedalaman Thailand Utara, sebuah perjalanan yang melampaui hiruk pikuk kota turis. Berangkat dari Chiang Mai, saya bersama rombongan kesenian dari Indonesia (UM dan UNESA), yang menjanjikan perjumpaan langsung dengan suku-suku pedalaman yang masih memegang erat cara hidup tradisional mereka. Keseluruhan pengalaman ini tersaji di tengah latar belakang pemandangan perdesaan dan pegunungan yang menyejukkan mata.

Awal perjalanan memasuki kawasan desa suku minoritas ini dimulai dengan perjumpaan dengan Suku Akha, yang konon memiliki akar keturunan dari Tiongkok. Mereka menyambut di bagian depan desa, dihiasi dengan balutan baju tradisional yang khas, sambil menjajakan berbagai suvenir kerajinan tangan. Perjumpaan pertama ini sudah memberikan gambaran awal akan kekayaan etnis di wilayah tersebut.

Setelah melewati lapak-lapak Suku Akha dan berjalan sedikit lebih jauh, barulah kami tiba di area Suku Karen (Long Neck). Sejak pandangan pertama, tradisi unik mereka langsung menarik perhatian: para wanita yang memanjangkan leher dengan tumpukan gelang-gelang kuningan yang melingkari leher mereka. Leher yang "memanjang" ini adalah simbol kecantikan yang telah mereka sandang sejak usia anak-anak, dengan panjang dan jumlah gelang yang terus bertambah seiring bertambahnya usia.

Di bawah naungan lapak-lapak sederhana, yang terlihat hanyalah kaum perempuan Suku Karen yang berleher panjang, tengah tekun menenun syal yang indah, produk kerajinan yang kemudian mereka jual kepada para turis. Tempat ini terasa seperti galeri terbuka yang hidup, di mana tradisi dipraktikkan sebagai mata pencaharian. Wisatawan diizinkan untuk berinteraksi dan berfoto dengan mereka, dan secara umum, mereka sudah sangat terbiasa dengan kehadiran turis. Kami mendapati sambutan yang beragam, dari wanita yang lebih berumur yang terkesan sedikit cuek, hingga gadis-gadis muda yang menyapa dengan senyuman manis dan bersahaja. Momen paling menghangatkan hati adalah ketika anak-anak suku Karen dengan riang dan bersahabat menggandeng tangan turis saat berfoto, menunjukkan keramahan yang polos.

Dalam interaksi jual beli, saya dikejutkan oleh kepintaran seorang anak suku Karen yang menawarkan suvenir dagangannya dengan fasih dalam Bahasa Mandarin. Peristiwa itu mendorong anak saya untuk membeli satu gelang perak kecil berhiaskan gajah, sebuah kenang-kenangan yang ternyata di kemudian hari kami ketahui harganya lebih terjangkau daripada gelang serupa yang dijual di pasar malam Chiang Mai. Meskipun demikian, pengalaman membeli dari tangan mereka secara langsung jauh lebih berharga.

Perlu dicatat, meskipun lapak kerajinan dan interaksi dengan turis menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka, tempat tinggal asli Suku Karen berada di sekitar lokasi lapak, namun area tersebut dijaga privasinya dan tidak dibuka untuk kunjungan. Kunjungan ke desa yang dikelilingi oleh pemandangan perdesaan dan pegunungan yang menakjubkan ini, diperkaya oleh perjumpaan dengan suku-suku minoritas yang hidup tradisional, benar-benar menyisakan kenangan yang berkesan dan mendalam tentang keragaman budaya dunia.

 

Reporter : R. Dt.

 

4 komentar untuk "Menggali Jejak Tradisi Leher Panjang: Sebuah Catatan Perjalanan ke Pedalaman Chiang Rai, 1996"

  1. Setelah saya membaca artikel ini saya juga terpaku pada gambar seorang suku karen (long neck) tersebut. Juga ternyata leher yang "memanjang" itu memiliki arti atau simbol kecantikan disana, dimana sudah mereka pakai sejak usia anak-anak, dengan panjang dan jumlah gelang yang terus bertambah seiring bertambahnya usia mereka.

    BalasHapus
  2. Aura Shafa Pramadhita5 November 2025 pukul 09.24

    Catatan perjalanan yang mendalam tentang perjumpaan dengan Suku Karen (Long Neck) di Chiang Rai, Thailand Utara pada tahun 1996. Artikel ini fokus pada tradisi unik gelang kuningan sebagai simbol kecantikan, bagaimana tradisi tersebut terintegrasi dengan mata pencaharian melalui kerajinan tenun, dan interaksi yang berkesan antara wisatawan dan anggota suku, terutama keramahan anak-anak. Sebuah kisah tentang keberagaman budaya yang berharga.

    BalasHapus
  3. Suku Karen memukau dengan tradisi unik memanjangkan leher dan kerajinan tangan yang indah, menunjukkan kekayaan budaya yang mendalam.

    BalasHapus
  4. Dari artikel diatas kita dapat mengerti bagaimana Jejak Tradisi Leher Panjang: Sebuah Catatan Perjalanan ke Pedalaman Chiang Rai, 1996

    BalasHapus