![]() |
| salah dua penulis buku Satu Abad Stadion Gajayana Kota Malang (Foto ist.) |
Damariotimes,
MALANG; 19 Desember 2025. Kota Malang kembali menegaskan identitasnya
sebagai kota bersejarah sekaligus Kota Kreatif Dunia dengan diluncurkannya
karya literasi monumental berjudul “Satu Abad Stadion Gajayana Kota Malang:
Kronika Stadion Tertua di Indonesia”. Peluncuran yang berlangsung khidmat
di Hotel Grand Mercure Malang Mirama pada Jumat, 19 Desember 2025, ini menjadi
kado literasi bagi HUT ke-111 Kota Malang.
Arsitektur
Kolonial dan Jejak Bussemaker
Stadion
Gajayana bukan sekadar ruang terbuka, melainkan sebuah mahakarya dari era
kolonial yang mulai dibangun pada tahun 1924. Dengan anggaran mencapai 100.000
gulden, proyek ambisius ini rampung pada tahun 1926 di bawah prakarsa Wali
Kota H.I. Bussemaker.
Secara
arsitektural, stadion ini membawa langgam zamannya, mencerminkan perencanaan
kota kolonial Malang yang modern pada awal abad ke-20. Meski telah mengalami
renovasi besar pada era 1990-an dan 2008 untuk pengembangan fasilitas modern,
nilai historis dari stadion tertua di Indonesia ini tetap terjaga sebagai ikon
kota.
Saksi
Bisu Transisi Kekuasaan
Buku
setebal 550 halaman ini membedah bagaimana stadion berkapasitas 25.000 penonton
tersebut menjadi titik sentral berbagai peristiwa politik dan militer:
- Transisi Kekuasaan:
Pada 7 Maret 1942, Stadion Gajayana menjadi lokasi fisik penyerahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Jepang.
- Benteng Pertahanan:
Pasca-kemerdekaan, area ini difungsikan sebagai markas militer rakyat
Malang saat menghadapi Agresi Militer Belanda I.
- Pusat Olahraga Kolonial hingga Modern: Menjadi kandang bagi klub era Belanda, Malangsche
Voetbal Unie (1934–1952), hingga klub modern seperti Arema FC.
Upaya
Kolektif Merawat Nalar Kritis
Wakil
Wali Kota Malang, Ali Muthohirin, menegaskan bahwa dokumentasi sejarah
komprehensif seperti ini adalah bentuk "ibadah intelektual" untuk
membangun kota. Buku yang terdiri dari XII bab ini melibatkan 36 penulis
dari berbagai latar belakang, mulai dari sejarawan hingga budayawan, untuk
menghadirkan perspektif multidimensi—termasuk menyoroti sosok Raja Gajayana
sebagai akar nama stadion tersebut.
Penerbitan
oleh Media Nusa Creative (MNC Publishing) ini menjadi bagian dari perayaan
status Malang sebagai Kota Kreatif Dunia. Sugito Adhi, Cluster General
Manager Grand Mercure Malang Mirama, menambahkan bahwa inisiatif ini merupakan
upaya kolektif untuk merawat budaya literasi masyarakat Malang di tengah
gempuran zaman.
Reporter : R.Dt.

Posting Komentar untuk "Jejak Kolonial di Stadion Gajayana Malang: Kronika Stadion Tertua Indonesia dalam Sebuah Buku setebal 502 halaman"