![]() |
Salah satu karya Thalita Maranila, menonjolkan pantulan cahaya dan simbol spiritual. (Foti ist.)
Damariotimes. Surabaya: Sebuah pameran seni kontemporer yang
provokatif dan mendalam telah membuka tirainya di lantai 2 UNIQ Hotel (The Win
Hotel Surabaya). Bertajuk "Pretty Ugly", pameran ini
menyajikan kolaborasi dua seniman kontemporer Indonesia, Talitha Maranila
dan Dedy Sufriadi, yang mengajak publik Surabaya untuk mempertanyakan
kembali konsep estetika, keindahan, dan penerimaan terhadap ketidaksempurnaan.
Berlangsung dalam periode yang cukup panjang,
mulai 4 Agustus 2025 hingga 31 Januari 2026, "Pretty Ugly"
secara terang-terangan menolak standar kecantikan tradisional dalam seni.
Menurut kurator, karya-karya yang dipamerkan sengaja dirancang agar “tidak
tampak cantik” secara konvensional. Fokus utama pameran ini dialihkan dari
kenikmatan visual (retinal pleasure) menuju ide-ide mendalam, terinspirasi oleh
pemikiran filsuf seni radikal, Marcel Duchamp.
Menantang Estetika: Warisan Duchamp dalam
Seni Kontemporer
Jika keindahan telah lama menjadi tolok ukur
mutlak dalam seni, "Pretty Ugly" datang sebagai penantang. Seniman
menggunakan bentuk yang kasar, tekstur yang tidak halus, komposisi warna yang
tidak proporsional, bahkan elemen yang secara estetika dianggap 'gagal',
sebagai simbol kejujuran dan niat artistik yang murni. Pendekatan ini memicu
diskusi penting: apakah sebuah karya seni harus indah untuk dianggap
bernilai?
Terinspirasi dari Duchamp yang pernah
mengangkat benda sehari-hari (readymade) seperti urinoir menjadi karya seni,
pameran ini menekankan bahwa nilai seni terletak pada konsep dan refleksi,
bukan sekadar kemahiran teknis atau daya pikat visual.
Dua Kontras, Satu Ruang Dialog
Ruang pameran yang dibagi tanpa sekat fisik
mencerminkan kolaborasi yang kontras namun menyatu.
Di sisi kiri, pengunjung akan disuguhkan
karya abstrak dari Talitha Maranila yang menyatukan elemen pencahayaan,
sains, dan spiritualitas. Karyanya yang menonjolkan pantulan cahaya dan
simbol-simbol keagamaan, seperti pasir dan cangkang telur dari ritual Bali,
menawarkan proses kreatif yang reflektif. Talitha, yang karyanya telah
dipamerkan di berbagai kota besar dunia, menggunakan seni sebagai medium untuk
menemukan kejujuran dan koneksi spiritual.
Di sisi kanan, Dedy Sufriadi
mengeksplorasi materi eksperimental dan teks secara inovatif. Dari periodisasi
seni eksistensial hingga seri Hypertext yang memadukan kata-kata dengan
gambar, Dedy menggunakan bahan-bahan non-konvensional seperti asbes,
terinspirasi dari lagu dan film. Karyanya yang terstruktur mentah dan autentik
membawa pengalaman yang jujur tentang proses kreatif dan materi itu sendiri.
Sambutan Hangat dari Komunitas Muda
Pameran ini telah disambut hangat, terutama
oleh kalangan pelajar dan komunitas kreatif muda di Surabaya, yang menilai
acara ini menawarkan pengalaman yang lebih segar dan dinamis dibandingkan
galeri seni formal.
Sebagai penyelenggara, UYCC Art Gallery
berkomitmen untuk terus menghadirkan pameran kolaboratif dengan tema inovatif,
bertujuan untuk mendorong eksplorasi lebih lanjut mengenai estetika seni dan
memperluas apresiasi seni kontemporer di kalangan masyarakat Surabaya.
"Pretty Ugly" tidak hanya menantang
pandangan umum tentang keindahan, tetapi juga mengajak pengunjung untuk lebih
jujur dalam memaknai seni dan diri sendiri. Melalui perpaduan konsep
eksperimental dan reflektif Talitha Maranila dan Dedy Sufriadi, pameran ini
berhasil menciptakan ruang dialog tentang estetika, spiritualitas, dan
keberanian untuk menerima ketidaksempurnaan sebagai bagian hakiki dari
kehidupan dan seni.
Konteributor: Asya Indah Ramadhani
unik sekali yaa, ternyata nggak harus sempurna buat jadi menarik.
BalasHapuskeren, unik dam sangat memukau
BalasHapusKerenn dengan ketidak sempurnaan akhirnya dibuat dengan keestetikaan
BalasHapusDengan artikel ini kota jadi tahu bahwa tidak hanya menantang pandangan umum tentang keindahan, tetapi juga mengajak kita untuk lebih jujur dalam memaknai seni dan diri sendiri
BalasHapusDengan adanya pameran seperti ini, membuat kita sadar bahwa setiap manusia pasti memiliki kekurangan, dan itu tidak papa untuk tdk menjadi sempurna
BalasHapusPameran tsb menunjukkan bagaimana seni dapat menjadi medium untuk menemukan kejujuran dan koneksi spiritual serta keberanian untuk menerima ketidaksempurnaan
BalasHapusArtikel ini sangat inspiratif! Menjelaskan bagaimana ketidaksempurnaan dijadikan estetika dalam seni kontemporer, membuka perspektif baru tentang keindahan.
BalasHapusArtikel ini berhasil menggambarkan bagaimana ketidaksempurnaan dijadikan sebagai nilai estetika baru dalam seni kontemporer. Gagasan bahwa cacat atau ketidakrapian justru dapat menjadi ekspresi autentik menunjukkan perubahan cara pandang terhadap keindahan. Artikel ini memberikan perspektif segar tentang kebebasan artistik dan keberanian seniman Surabaya dalam mengeksplorasi identitas visual yang tidak konvensional.
BalasHapusartikel ini sangat menarik menjelaskan tentang ketidak kesempurnaan menjadi indah ketika dijadikan sebagai nilai estetika dalam seni kontemporer
BalasHapusKeren banget, sangat menarik
BalasHapusFenomena ini menunjukkan keberanian para seniman lokal untuk melepaskan standar kesempurnaan klasik dan membuka ruang ekspresi yang lebih autentik dan jujur.
BalasHapusArtikel ini sangat menarik karena mengandung undur pameran, menggambarkan suatu ketidak sempurnaan menjadi karya yang indah
BalasHapusKadang kadang menjadi sesuatu yang indah tidak harus sempurna dan menarik
BalasHapusWOW ternyata sebuah seni tidak harus terlihat sempurna dan indah
BalasHapusKeren "Pretty Ugly" tidak hanya menantang pandangan umum tentang keindahan, tetapi juga mengajak pengunjung untuk lebih jujur dalam memaknai seni dan diri sendiri.
BalasHapusnilai seni terletak pada konsep dan refleksi yang akan menciptakan keindahan sebuah karya
BalasHapusDari artikel diatas ssay dapat mengetahui bagaimana 'Ketidaksempurnaan' Menjadi Estetika Baru dalam Seni Kontemporer, yang berlokasi di Surabaya Jawa Timur
BalasHapusDari artikel diatas saya dapat menyimpulkan bahwa pameran tersebut menyajikan kolaborasi dua seniman kontemporer Indonesia yaitu Thalita Maranila dan Dedy Sufriadi untuk mengajak publik Surabaya dalam mempertanyakan kembali konsep estetika, keindahan, dan penerimaan ketidaksempurnaan selain itu penyelenggara kegiatan ini berkomitmen untuk terus menghadirkan pameran kolaboratif dengan tema inovatif yang bertujuan untuk mendorong ekplorasi lebih lanjut mengenai estetika seni dan memperluas apresiasi seni kontemporer.
BalasHapusDari artikel ini saya jadi tahu, bahwa untuk membuat karya seni tidak harus tentang keindahan ketika menyajikan karya itu sendiri. Tetapi bagaimana caranya mengajak pengunjung untuk lebih jujur dan memaknai seni dan diri sendiri.
BalasHapusketidaksempurnaan diubah menjadi suatu karya yang sempurna
BalasHapus“Ketidaksempurnaan dalam seni kontemporer memang mengundang refleksi—Surabaya menyambut estetika baru yang merangkul kesederhanaan dan spontanitas.”
BalasHapuskeren banget, konsep “ketidaksempurnaan” jadi punya makna baru di dunia seni! artikelnya juga bikin makin paham kalau keindahan itu nggak selalu harus sempurna
BalasHapusartikel ini berhasil menghadirkan gagasan bahwa seni tidak harus sempurna secara visual untuk memiliki nilai artistik yang tinggi. Justru, ketidaksempurnaan menjadi medium ekspresi kejujuran dan keberanian dalam berkarya yang membuka ruang dialog baru tentang pemaknaan estetika. Ini sangat relevan untuk mendorong apresiasi seni kontemporer yang lebih inklusif dan mendalam di Surabaya.
BalasHapus