Referensi Tentang Dramatari Topeng Jawa

Damariotimes. Raket (raket lalangkaran)  merupakan bentuk baru (lain) dari gambuh. Soedarsono  menduga bahwa raket  hanya merupakan  nama yang lain dari gambuh yang sampai sekarang masih hidup di daerah  Pekalongan di Jawa Timur, dan  juga  di Bali.

Menurut beberap sarjana, gambuh di Bali adalah dramatari yang sangat tua usianya dan selalu membawakan cerita Panji. Seperti yang dikemukakan oleh Pigeaud. Ulasannya tentang kakawin Negrakertagama secara tuntas  dalam karya besarnya Java in the fourteenth Century setebal lima jilid (1960-1963) berpendapat bawa pertunjukan raket  adalah dramatari opera istana yang membawakan cerita  Calonarang. Ia mengatakan bahwa raket merupakan ritus istana yang berkaitan dengan persatuan antara azas laki-laki dan perempuan, yang  berarti pula kemakmuran dunia.

Dramatari Topeng yang masih berkembang di Malang Jawa Timur (Foto Ist.)

Istilah yang berhubungan  dengan tari topeng yang disebut-sebut dalam prasasti-prasasti dari karya-krya sastra Jawa Kuno, atau matapukan (juga hatapukan), manapel, dan  mangigal (mangiel). Istilah matapukan telah disebut sebut pada prasasti Waharakuti (840 A.D.) dan Mantysih (904 A.D.).

Kata matakupkan berasal dari akar kata tapuk yang berarti ”topeng”. Jadi matapukan berarti ”menari tari topeng”. Istilah manapal  telah tertulis pada prasasti candi Perot (850 A.D). Istilah ini berasal dari kata tapal atau tapel yang juga berarti ”topeng”. Jadi manapal berarti ”menri tari topeng”. Sedangkan istilah  mangigal (mangigel) berasal dri akar kata igal (igel) yang berarti ”tari”; mangigal kemungkinan besr berarti  ”menari tanpa topeng”.

Menurut tradisi Jawa  para Wali, terutama Sunan Kalijaga, selalu dinyatakan sebagai manusia yang serba bisa. Sunan Kalijaga-lah yang selalu dikatakan sebagai pencipta  topeng-topeng untuk pertunjukan wayang topeng pertama pada permulaan abad ke 16. Dalam menciptkan topeng-topeng itu diceritakan  Sunan Kalijaga berkiblat pada mula boneka-boneka kulit dari pertunjukan wayang gedhog yang cerita Panji pula. Untuk pertunjukan wayang topeng  yang pertama Sunan Kalijaga  membuat sembilan topeng, yaitu untuk tokoh-tokoh Panji Kasatriyan, Candrakirana,  Gunungsari, Andaga,  Rotan (Raja), Klana, Danawa (raksasksa), Renco (sekarang Tembem atau  Dhoyok), dan Turas (sekarang Penthul atau Bancak). Sudah barang tentu pendapat yang berdasarkan  traisi ini masih sangat perlu ditunjang oleh data-data kesejarahan yang lebih kuat.

 

Dramatari Topeng

Istilah umum tari di Bali pada abd ke 11 adalah patapukan, seperti yang trtulis pada prasasti-prasasti Suding A (1001 A.D), Dawan (1067 A.D)., Manik Liu A II (?), Manik Liu B II (?), Pandak Badung (1071 A.D), dan Sawan A II (1073 A.D). Sepeti yang telah diutarakan di depan, istilah  patapukan berasal dari akar kata tapuk yang berarti ”topeng”. Padahal gambuh adalah dramatari opera tanpa topeng. Selain itu istilah gambuh baru muncul secara tertulis pada kidung Wangbang Widya dari abad ke 16 dan dalam kidung itu dikatakan bahwa gambuh adalah sebuah variasai dari raket. Maka sangatlah mungkin bahwa raket Jawa Timur ini masuk ke Bali, tetapi  nama yang digunakan sampai sekarang adalah gambuh.

 

Fungsi Dramatari Topeng

Pigeaud dalam salah satu bukunya yang sangat terkenal yang berjudul Javaanse Volksvertoningen berpendapat bahwa pada zaman Mataram (1584-1755) Wayang  topeng selain menerupakan pertunjukn istana juga tersebar di daerah-daerah pantai (pesisir) dan daerah –daerah  luar kerajaan (mancanegara). Seperti halnya yang kini berada di Malang, Madura, dan Juga Jombang.

Fungsi dramatari di beberapa daerah tersebut pada awalnya adalah digunakan sebagai ritual penghormatan bagi roh leluhur di pundhen-pundhen desa, namun pada perkembangannya juga tampil sebagai hiburan masyarakat umum.

 


Penulis             : R. Hidajat
Editor              : Harda Gumelar

Posting Komentar untuk "Referensi Tentang Dramatari Topeng Jawa"