Ruwatan Murwakala (Bagian 1)

Damariotimes - Setiap dalang Wayang Topeng di Malang dalam menyelenggarakan ritual ruwatan pada umummnya merujuk kebiasaan dalang-dalang Wayang Kulit.  Rusman, Karimoen, Kangswen, Rusnadi, Sanip,  M. Soleh Adi Pramono merujuk pada pola   lakon murwakala, yaitu lahirnya Batara Kala. Namun, masing-masing dalang juga mempertimbangkan aspek teknik, apakah lakon murwakalai digelar secara lengkap, yaitu penyajian diawali dari jejer alang-alang kumitir atau awang-awang kumitir

Wayang Betara Kala (Sumber http://sejarah.kompasiana.com/2014)
Sanghyang Wenang sudah lama hidup sendiri di alam ini. Pada suatu saat, Sayang Wenang semedi. Kemudian dikaruniai dua anak laki-laki, masing-masing bernama Nurcahyo dan Nurrasa. Keduanya diberikan tempat, Nurcahyo menempati alam atas dan Nurrasa menempati  alam bawah. Pada saat tertentu mereka berrebut posisi ‘tua.’ Karena ketika mereka diwujudkan tidak diberitahukan. Ketika keributan itu tidak kunjung selesai, Sanghyang Wenang turun. Nurcahyo dan Nurrasa dikutuk menjadi satu, kemudian dibiri nama Sanghyang Tunggal.

            Sanghyang Tunggal setelah menjadi penguasa alam raya ini, berikutnya mencipta dunia dan para anak-anaknya yang menjadi penguasanya, yaitu dunia sebelah timur ditempati Sanghyang Puguh, dunia sebelah utara di tempati Sanghyang Jayawilapa, dunia sebelah barat di tempati oleh Sanghyang Ismaya,  Keempat putri Sanghyang Tunggal itu tidak ditentukan siapa yang menjadi raja di Kayangan. Hanya barang siapa yang dapat mendapatkan cupu manik Astagina yang dilempar ke arah Timur, dia yang akan menjadi raja para dewa. Merekapun segerak berpacu, hanya Sanghyang Ismaya saja yang tidak berambisi. Sanghyang Puguh yang sangat bersemangat mendapatkan Cukup Manik itu, hanya saja tidak dapat menangkapnya. Akan tetapi, cupu manik itu menghampiri Sanghyang Ismaya.

            Sanghyang Puguh yang sangat berambisi memiliki cupu manik sebagai syarat menjadi raja. Karena bersemangatnya, gurnung dimakan hingga mulutnya menjadi lebar  dan tubuhnya tertimpa gunung itu, hingga tubuhnya menjadi pendek. Sanghyang Puguh kembali ke dunia sebelah Timur menjadi pamong orang-orang sabrang.

            Sanghyang Jayawilopo, ketikia dia merebut cupu manik. Kepala dan punggungnya ditangkap oleh saudaranya, kemudian ditarik sehingga menjadi panjang. Bahkan bentuknya berubah menjadi seekor naga. Kemudian disebut dengan Naga Raja yang menguasai dunia bagian Selatan, yaitu Kayangan Saptapratolo.

            Ismaya yang tidak punya ambisi memiliki cupu manik dipaksa saudaranya untuk memiliki, karena Manikmaya tidak mau. Kemudian diapun dianiaya agar bersedia merebut cupu manik itu. Setelah dianiaya, Tubuh Manikmaya menjadi bengkak. Sanghyang Tunggal memberi baju dan memerinahkan untuk meniami dunia di sebelah barat yang disebut Kayangan Klampis Iring untuk menjaga para satria di Jawa.

            Manikmaya kemudian yang telah memiliki cupu manik disuruh menempati Kayangan Jungring Salaka, menjadi raja para dewa. Setelah beberapa lama menjadi raja, Manikmaya ingin memiliki pendamping yang dapat memberi keturuhan. Agar dunia ini dipenuhi oleh anak-anak yang dilahirkan atas buah kasih sayang. Kemudian Manikmaya bersamadi. Dari pada itu dicabutnya iga (tulang rusuk) sebelah kanan, lalu menjadi seorang yang dibiri nama Sanghyang Umar. Karena Sanghyang Umar berwajah rupawan, Sanghyang Manikmaya menjadi jatuh cinta. Karena mereka sama-sama Laki-laki, Sanghyang Umar menolak. Kemudian melarikan diri, Sanghyang Manikmaya mengeker. Setelah tertangkap, venis Sanghyang Umar dicabut dan dilempar ke sebelah Selatan menjadi ulur-ulur (puting beliung). Sanghyang Umar kemudian berubah menjadi wanita yang disebut dengan Betari Uma.

 

 

Penulis                  : R. Hidajat
Editor                    : Harda Gumelar

Posting Komentar untuk "Ruwatan Murwakala (Bagian 1)"