Sunari S. Hardina Pelukis Tua yang Terus Berkarya

Drs.Sunari Pelukis serba bisa ( Foto ist. )
            Damariotimes berkunjung ke Sanggar Seni S.Hardina Sunari. Sanggar Seni yang berada di kelurahan Sukun Gang 9 nomor 99 ini dilihat dari luar seperti rumah biasa, begitu masuk, ternyata di sini rumah pelukis.

Di dalam sanggar (studio) lukis milik Sunari  terpampang karya-karya yang berukuran besar, tema yang lukisan tradisional dan juga kritik sosial memenuhi dinding. Jika sekilas diamati lebih lanjut, koleksi karya-karya lukis yang beragam itu mencerminkan bahwa  seniman ini tak pernah berhenti berkarya.

Lukisan karya Sunari S Hardina ( Foto ist. )
            Kedatangan Damariotimes  disambut dengan gembira, Sarjana  jebolan IKIP Malang  tahun 1984 ini sangat antusias. Seniman lukis yang piawai menari topeng Malang ini  kalau di ajak ngobrol tentang seluk-beluk kesenian, terlebih ketika disodori masalah perkembangan kesenian dan seniman Malang, dapat bercerita panjang lebar. Baik seniman lukis atau seni pertunjukan.

Proses kreatifnya dan pepormanya mirip seperti Bagong Kusudiharjo; memberi wejangan wawasan budaya Nusantara pada  cantrik mentriknya. Ternyata suami ibu Sri Hardina ini Pengagum Maestro Tari Modern Indonesia Bagong Kusudiharjo Jogjakarta.

Damariotimes pagi yang cerah ini terlibat dalam diskusi empat topik bahasan yang di perbicangkan. (1) Iklim Budaya wilayah, (2) sikap dan karakter berkesenian, (3) Teknik Seni,  dan (4) Kesehatan. Seniman memang harus sehat, karena seniman  itu terkenal hidup tidak sehat. Maka Sunari menganjurkan; Pelukis yang akrab dengan penari dan pangrawit sekarang harus sangat estra hati-hati mengonsumsi makanan. Makanan yang enak-enak sangat rentan mengganggu kesehatan. Terkait masalah Kesehatan, pelukis yang gemar membaca ini merasa sangat sedih, karena banyak seniman sepuh yang meninggal, sambil menyebutkan koleganya yang pada gugur, matanya berkaca-kaca seraya menarik nafas panjang; Sumantri, Suwarno, Muhajir,Satar, Chatam Ar, Rasimun, Karimun, Madio, Kasdu, Tomo, Tari, Juariah, Sutik, Suar,Suami, Yudhi Sidharta dan Yuwono.

Nama nama yang disebut di atas adalah seniman Malang yang pernah mengharumkan nama Malang. Karya-karyanya memang dihasilkan dari  kreativitas dan kepedulian terhadap seni tradisional serta mengacu pada masa depan. Karya-karya mereka hingga sekarang menjadi rujukan.

Pelukis yang satu ini memang luas wawasan budayanya, karena selain memiliki segudang pengetahuan tentang seni rupa, juga mendalami ilmu seni tari Topeng Malang, saking panatiknya dengan Wayang Topeng Malang, sampai kedua anaknya di beri nama Galuh Sekar Melati dan Panji Peksi Branjangan.

Membicarakan iklim Budaya wilayah, dia membandingkannya wilayah Malang dan Yogjakarta.

·         Masyarakat Yogjakarta sangat menghargai dan mendukung kegiatan olah seni, hal ini bisa dilihat ketika ada seniman ber eksperimen, seniman Berkarya, masyarakat seniman Yogyakarta berbondong bondong untuk melihat dan mengapresiasi apapun karyanya dan siapapun senimannya.

·         Yogyakarta membanggakan, institut seni Yogyakarta fokus mencetak seniman berwawasan dunia, maka lulusan Yogyakarta sangat membanggakan.

·         Masyarakat/ seniman Malang kurang merspon dan tidak mendukung manakala ada teman temannya yang unjuk karya, hal ini menjadi Iklim berkesenian di Malang terasa kurang sehat.

·         Kampus kesenian di Malang fokus di bidang pendidikan, jika ingin memperdalam keseniannya perlu nyantrik pada Seniman sepuh sebagai narasumbernya.

Guru Seni Rupa di Charis National Academi ini prihatin melihat perkembangan kualitas penari di Malang, dia membandingkan dengan penari dekade tahun 1980an ketika Sanggar Laras Budi Wanita ( LBW ) Sanggar Swastika, dan Senaputra berjaya.

Keluarga Drs.Sunari S Hardina (Foto ist.)
 

Penari sekarang bangga dengan teori dari kampusnya tanpa diimbangi memperdalam ilmu dari sumber aslinya, hasilnya penari sekarang kurang greget dan tidak punya karakter.

Sunari dengan semangat mengingatkan, bahwa belajar di Kampus itu belajar tehnik dan pengetahuan, jika ingin belajar sikap berkesenian dan karakter harus datang ke narasumber, ke seniman tradisi.

Seniman yang lahir tahun 1951 ini menyarankan agar Seniman tetap semangat tetap tekun tetap berkarya, karena menjadi seniman tidak daftar kepada siapa-siapa, tapi menjadi seniman adalah pilihan hidup, maka diusianya yang sudah genap 70 tahun ini Mbah Sunari S Hardina tetap semangat dan terus berkarya sambil bersenang-senang dengan istri dan anak cucunya.



Reporter  : Marsam Hidayat
Editor.      : Harda Gumelar   

Posting Komentar untuk "Sunari S. Hardina Pelukis Tua yang Terus Berkarya"