Kolektor Barang-Barang Antik

            Sudah setahun paman pergi ke Bali, Katanya  bekerja dipelabuhan, sebagai  tukang las. Paman memang punya pengalaman sebagai tukan besi, dia juga lulusan SMK jurusan mesin produksi. Rupanya pekerjaan itu sudah cocok. Kami sekeluarga hanya bisa bersyukur, terutama ayah. Kakaknya itu mulai kecil selalu membuat cemas keluarga, terutama nenek. SMK ditempuh 5 tahun. Bahkan pernah dikeluarkan, tapi usaha nenek begitu gigih. Sehingga kesalahannya dimaafkan dengan menuliskan surat pernyataan.


Paman sudah beberapa kali dicarikan pekerjaan oleh teman ayah, tapi selalu kandas dijalan. Untuk setiap perusahaan tempat paman bekerja tidak menjatuhkan sangsi. Ayah seringkali cerita, sebelumnya paman sudah lebih dari sepuluh kali pindah pekerjaan. Tidak pernah menceritakan alasan keluar. Jadi ayah enggan mencarikan pekerjaan lagi.

Paman termasuk anak yang terlalu dimanjakan oleh nenek, maklum dia adalah cucu yang sakit-sakitan waktu bayi. Nenek pernah bernadzar, jika anaknya sembuh dari sakit akan ditanggapkan kuda lumping di halaman rumah. Ketika usia paman menginjak 2 tahun, ternyata tidak pernah lagi sakit. Bahkan tubuhnya tumbuh subur, gemuk, dan sangat disenangi oleh keluarga. Nenek, selalu menuruti keinginannya, hobinya main game seringkali menyemaskan. Tapi tidak ada yang dapat mencegahnya, Nenek tampaknya sudah pasrah, dan mengikuti apa yang dia mau. Akibatnya  pertumbuan mental dan inisiatifnya kurang dan lamban.

Paman juga pernah  ikut bekerja dengan ayah. Sejak muda ayah menekuni pekerjaan sebagai pedagang  barang antik. Ayah punya kios kecil di pasar Besar. Relasinya banyak, mulai dari tukang ojek online di pasar hingga pejabat PEMDA, dan orang-orang kaya. Ayah mengajak paman waktu booming akik, setiap hari banyak orang yang datang kekios, sehingga ayah tidak sempat mencari barang degangan.

Paman ikut ayah bekerja hanya bertahan satu minggu. Katanya, tidak cocok. Benda-benda yang dijual itu ada roh-roh jahat, nanti akan mengganggu kehidupan keluarga. Paman selalu bilang ingin jadi orang yang baik, tidak perlu mengejar harta, hidup itu sudah ada yang mengatur. Kita harus dapat menerima apa adanya. Ayah diam saja, tampaknya sudah bosan menasehati paman.

Sukurlah, paman sudah sebulan bekerja di Bali. Namun, semua keluarga juga cemas. Selama itu juga tidak ada kabar. Padahal waktu berangkat, minta di belikan hendphon baru. Nenek terpaksa mengambil sebagian uang pensiun untuk menuruti anaknya yang manja itu. Tampaknya semua saudara menyadari, itu sudah menjadi tabiat paman. Saya juga ikut mendoakan, semoga kehidupan paman berubah dan cepat menikah.

            Akhir-akhir ini ayah banyak menerima barang antik dari Bali. Ada teman ayah yang seringkali membawa berbagai mancam benda-benda pusaka. Katanya benda-benda itu berasal dari zaman Kerajaan Majapahit.

Aku tidak sangat paham, namun ayah selalu menerima barang-barang yang dibawa oleh temannya. Sesekali memang aku ingin bertanya, apa benar-barang-barang itu berasal dari zaman Majapahit. Ayah tidak pernah menjawab, dia hanya memandangi benda-benda yang dikoleksi di lemar-lemari kaca. Setiap hari benda-benda itu dibersihkan, dan dicari bagian-bagian yang dirasakan perlu untuk dibersihkan.

            Pada suatu hari, ketika ayah pergi ke pasar menjumpai relasinya. Tiba-tiba teman ayah yang dari Bali datang. Aku punya kesempatan berbincang-bincang. Salah satu yang aku tanyakan adalah perihal benda-benda yang dibawa dari Bali.

“Om, mohon maaf, ya. Apa benar-benda-benda ini berasal dari masa kerajaan Majapahit.?” Teman ayah itu menjawab dengan antusias.

“Benar, benar, mas. Benda-benda ini tidak diperoleh dari kolektor.”

Aku berpikir sejenak, rasa ingin tahuku terasa meningkat.

“lalu dari mana, benda-benda itu dibeli ?”

Temen ayah sejenak terdiam, lalu menjawab, “Benda-benda itu diperoleh dengan  cara ditirakati. Ada orang yang ahli menarik benda-benda dari tempat yang gaib.“

Aku ingat kata-kata paman, apa benar benda-benda antik ini berisi roh-roh jahat. Aku agak merinding, jangan-jangan benda-benda itu minta dipulangkan. “Om, kira-kira om, tahu orang yang ahli menarik benda-benda antik itu dari tempatnya yang keramat?”.

Tiba-tiba teman ayah mengeluarkan dompet, dan mengambil selembar kartu nama.  Kemudian dia memberikan, sambil berkata “Ini kartu nama orang yang ahli tirakat mengangkat benda-benda antik peninggalan zaman Majapahit.”

Aku segera menerima dan membaca. Aku langsung membaca nama berhuruf  Times New Roman bold italic. Rahmat Sudiarto. Di bawahnya tertulis, “kolektor barang-barang antik”.

Aku agak terkejut dan bertanya-tanya. Apakah ayah tidak pernah tanya pada temannya. Nama yang tertulis pada kartu itu kan nama paman.  

 

Robby Hidajat

1 komentar untuk "Kolektor Barang-Barang Antik"