Cak Samadiyanto Jadi Seniman Tradisional Bisa Menopang Kehidupan

Cak Samad menunjukkan Blangkon hasil karyanya (Foto ist.)

DAMARIOTIMES - Samadiyanto pekerjaan apa saja kalau di tekuni ternya bisa menyenangkan, menyenangkan dirinya sendiri juga menyenangkan istri dan anaknya. Ketika berkunjung ke rumahnya di dusun Lowok Desa Kranggan Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang, dengan antusias bercerita tentang pengalaman hidupnya.

Cak Samad sejak kecil sudah mengenal kesenian, sejak sekolah SMP sudah sering nonton wayang kulit dan mendengarkan suara gamelan,  dari seringnya menonton timbul keinginan untuk mempelajari secara sungguh-sungguh , akhirnya bergabung dengan Grup karawitan Kedung Monggo pimpinan pak Kasdu,dari sinilah Samadiyanto menemukan Guru karawitan yang sesungguhnya, niatnya belajar mencari Ilmu malah menjadi pekerjaan yang menggembirakan, niatnya belajar malah  mendapat uang, dari sini Samad semakin termotivasi untuk belajar dan belajar, kebetulan waktu itu Grup Karawitan yang di kelola  Pak Kasdu  tergolong paling laris di Malang, sebab bisa melayani semua kasenian yang ada, mulai Wayang Jekdong Malangan, Tayub, wayang topeng dan ludruk.

Tahun 1985 Samad bergabung ke Sanggar Tari Senaputra Malang Pimpinan Cak Suwito Hery Sasmito,di sana  bertemu Pak Mustopo (alm), Cak Sumantri (alm), Cak Dennis Suwarno (alm), nama nama yang disebut di atas adalah pakar karawitan Malang, Pak Mustopo adalah Pakar Karawitan gagrak Surakarta,sedangkan Cak Sumantri dan Cak Dennis Suwarno  Pakar Karawitan Malangan yang menguasai Gending Gending Wayang Jekdong Malangan,Tayub dan Ludruk, dari sinilah Samadiyanto mendapatkan teman yang bisa mengajak dirinya semakin berkembang, karena dia sebelum bergabung dengan Pangrawit Senaputra sudah memiliki bekal yang cukup, karena dia sudah cukup lama di gembleng oleh Pak Kasdu.

Di Senaputra Cak Samad mendapat Ilmu baru tentang karawitan, utamanya teknik Rebab dan Genderan dari swargi Pak Mustopo, maka yang biasanya Cak Samad hanya menabuh Demung, di Grupnya Cak Sumantri bisa nggender dan berani. Ngrebab (memainkan rebab).

Di Sanggar Tari dan karawitan yang sekaligus tempat Rekreasi ini Cak Samad  berkumpul dengan Sampe Winoto, ABu Hasan,Buari, Samblek Suparman,Miskal, Ji’in, Suroto, Suwarno dan Mustopo. Berkat bimbingan Cak Sumantri dan Pak Mustopo, dia menjadi satu satunya Pangrawit yang rajin mencatat, setiap Pentas, baik uyon uyon, Wayangan ( mengiringi pertunjukan wayang kulit ), ludruk, lomba dan Festival, semua Notasinya di catat, dulu ketika mencatat tidak pernah berpikir untuk apa, tujuan utamanya untuk belajar karena dengan mencatat dipastikan semua Gending bisa hafal, ternyata catatan yang di lakukan oleh Cak Samad ini menjadi dokumen penting, maka jangan heran catatan notasi gending gending yang dulu pernah di bunyikan oleh pangrawit Senaputra sekarang di jadikan Buku, judulnya macam macam, ada judul Buku Gending Gending Malangan, Buku Kidung dan Tembang Malangan, maka bagi mahasiswa mahasiswi pelajar dan siapa saja yang ingin mempelajari gending malang bisa beli bukunya Cak Samad.

Samadiyanto bersama istrinya (Foto ist.)
            Cak Samad selain manjak (penabuh gamelan) juga bisa membuat Udeng dan Blangkon. Membuat Udeng ide dari Mbak Dina (Bu Sri Hardina Sunari) mantan pelatih tari Senaputra Malang, ceritanya, waktu ada tari massal cak Samad diminta untuk membantu Mbak Dina ngudengi (memasang udeng pada Penari) dari sinilah Samadiyanto pikirannya melayang, ooo Penari butuh udeng yang langsung pakai, harus ada yang memproduksi udeng, akhirnya Cak Samad timbul keinginan untuk mempelajari cara membuat Udeng jadi seketika itu pula dia pergi ke Solo beli Klebut sekaligus belajar membuat Udeng.

Cak Samad menunjukkan Klebut model Solo (Foto ist.)
            Cak Samadiyanto termasuk Pangrawit serba bisa ( ngabehi ) suatu ketika dia mengiringi Tayub, kebetulan Sri Utami malam itu Ngremo, melihat Cak Samad memakai udeng tutup liwet pesisiran,  Tandak Tayub legendaris itu tertarik dan meminta Cak Samad membuatkan Udeng untuk dipakai menari Remo mbak Sri Utami.

Sri Utami adalah Tandhak Tayub yang namanya pernah ngetop tahun 1990 an dan Cengkok Kidungannya sampai sekarang ditirukan oleh semua tandak tayub seantero jagad, dulu Tandhak Tayub kalau ngeremo ( menari Remo ) memakai Udeng Kemplengan,  rambutnya tidak tertutup, setelah Sri Utami memesan Udeng buatan Cak Samad, Ngremo Tayub semuanya mengikuti model Mbak Sri Utami  memakai Udeng Pesisiran sampai sekarang.

Cak Samad selain sebagai pangrawit profesional, juga pernah menjadi pamong desa menjadi Kamituwo selama 14 tahun, anehnya menjadi Pamong Desa yang mendapat Ganjaran Sawah lebih dari satu hektar ini tidak pernah nggarap, lho kok bisa ....?

Iya, setiap tahun bengkoknya disewakan untuk buwuh (mendatangi undangan orang punya hajat) wajar pamong, kalau ada warganya yang punya hajat dipastikan hadir, karena pamong adalah bapaknya rakyat, kalau gak datang yang kurang elok.

Itulah perjalanan Samadiyanto yang sekarang sudah dipanggil Mbah Kung,karena cucunya sudah tujuh dari empat anaknya.Samadiyanto lahir 5 Juli 1957 di dusun Lowok mbeji Desa Kranggan Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang.

Di usianya yang sudah mencapai 73 tahun mbah Samad tetap semangat dan tidak meninggalkan profesinya sebagai Pangrawit, perajin udeng dan blangkon. Di sela sela kesibukannya membuat Udeng, mbah Samad membina karawitan di kampung Lowok, sebelum Damariotimes pamit meninggalkan rumahnya, dia berpesan agar pemerintah terkait mau membina dan mengembangkan Gending Gending Malangan, terutama membina anak muda agar gending khas Malang ini dapat berkembang dan terus hidup sepanjang zaman.

 

 

 

Reporter          : Marsam Hidayat
Editor              : Harda Gumelar

1 komentar untuk "Cak Samadiyanto Jadi Seniman Tradisional Bisa Menopang Kehidupan"

  1. Poro sesepuh ingkang dados inspirasi uga semangat kula sinau lan sosok guru ingkang murakabi uga nyembadani marang murid-muride uga taruna sutresna seni budaya malangan... Matur sembah nuwun Bopo Marsam, lan Bopo Samad, kulo tresna panjenengan sedaya 🙏🏻♥️🇮🇩🙇

    BalasHapus