![]() |
| reuni tipis-tipis alumni ASTI Yogyakarta angkatan 1979 (Foto ist.) |
Damariotimes.
Penghujung tahun 2025 menjadi saksi pertemuan yang tidak terduga namun sarat
makna bagi para alumni ASTI angkatan 1979. Berawal dari sebuah dering telepon;
jalinan silaturahmi yang sempat terpisah jarak puluhan tahun kembali terpaut. Teman
seangkatan waktu di ASTI Yogyakarta: Mbak Wahyu Praptiningsih, yang sejak lulus
dan menikah menetap di Lampung, memberikan kejutan dengan kehadirannya di
Yogyakarta.
Kisah
"reuni tipis-tipis" ini dimulai pada Rabu, 24 Desember 2025. Mas
Bambang Tri Atmojo menerima panggilan dari Mbak Wahyu yang sedang berada di
Jogja dan ingin menyambung rasa tali persaudaraan. Pertemuan awal terjadi di
kediaman Mas Bambang di kawasan Gempol, Condongcatur. Suasana semakin hangat
ketika Mas Wien Puji turut hadir bergabung. Di sana, di bawah langit senja
setelah menunaikan shalat Magrib berjamaah di Masjid Gempol, kenangan masa lalu
kembali menyeruak. Percakapan mengalir deras, mulai dari nostalgia masa-masa
kuliah, cerita tentang kos di Karangmalang, hingga babak baru kehidupan mereka
di tanah rantau.
Dialog
kekeluargaan tersebut tidak hanya berhenti pada nostalgia. Dari obrolan santai
itu, muncul ide untuk mengumpulkan kembali rekan-rekan seperjuangan dalam
sebuah pertemuan yang lebih terencana. Maka, disepakatilah tajuk pertemuannya: "PASEDULURAN
SAKLAWASE" sebuah komitmen bahwa persaudaraan ini akan abadi melampaui
waktu.
Puncak
pertemuan terjadi pada Senin sore, 29 Desember 2025, bertempat di Kedai Makmur,
Nologaten. Tempat ini terasa spesial karena dikelola oleh putra dari Mbak Wahyu
sendiri. Dalam suasana yang guyub, para alumni yang kini telah menempuh jalan
hidup beragam mulai dari guru hingga pemilik sanggar tari berkumpul merayakan
kebersamaan.
Pertemuan
singkat ini ternyata membuka pintu bagi rencana yang lebih besar. Mbak Wahyu
Praptiningsih dan suaminya, Pak Nardi, dengan tangan terbuka mengundang
rekan-rekan alumni ISI Yogyakarta dan UNY untuk berkunjung ke Lampung. Bukan
sekadar kunjungan biasa, namun ada harapan untuk menggelar workshop dan dialog
budaya yang lebih bermakna di masa depan. Meski pertemuan di Condongcatur ini
bersifat "tipis-tipis", namun jejak emosional yang ditinggalkan
sangatlah tebal, membuktikan bahwa meski raga berpindah dan rambut memutih,
ikatan ASTI '79 tetap kokoh dalam semangat Paseduluran Saklawase.
Konteributor Yogyakarta: WIN

Posting Komentar untuk "Paseduluran Saklawase: Merajut Kembali Kisah ASTI ’79 di Penghujung Tahun"