![]() |
Tampilan Teater Sagoloka (Foto ist.) |
Damariotimes. Malang – Komunitas teater lokal,
Sagaloka, sukses memukau penonton di Dewan Kesenian Malang (DKM) pada Minggu,
12 Oktober 2025, pukul 19.00 WIB, dengan pementasan ulang karya ikonik Teater
Absurd, Godot (aslinya Waiting for Godot) karya Samuel Beckett.
Bertempat di Jalan Majapahit nomor 3, Kauman, Klojen, Kota Malang, pertunjukan
ini menyajikan pengalaman unik dengan mengemas naskah lama tersebut dengan
sentuhan culture lokal Malang, termasuk penggunaan bahasa Jawa.
Dalam adaptasi versi Sagaloka,
dua tokoh sentral, Vladimir dan Estragon, bertransformasi menjadi Didi
(diperankan oleh Ronald Irsyadi) dan Gogo (diperankan oleh Donikus).
Mereka tetap setia pada premis aslinya: menunggu sosok misterius bernama Godot
yang tak kunjung datang. Penantian ini diisi dengan dialog-dialog tentang
nasib, penderitaan, hingga keluh kesah terhadap kondisi pemerintahan yang
sedang terjadi, diselingi adegan komedi yang absurd namun penuh makna.
Godot sebagai Sindiran untuk
Pemerintah
Menurut Tata, salah satu
panitia acara, pementasan Godot ini memang sengaja dikemas dengan tema
yang memiliki makna sindiran mendalam untuk pemerintah. “Teater yang kami
tampilkan ini memang terkesan aneh dan tidak jelas tetapi memiliki makna yang
mendalam dan juga tema ini memiliki makna berupa sindiran untuk pemerintah.
Penampilan Godot ini juga sudah persiapkan dari jauh-jauh hari,” ujarnya
(Wawancara, 12 Oktober 2025).
Selain Didi dan Gogo,
pertunjukan ini juga menampilkan tokoh Pozzo (Senja Fazira), Lucky (Miftah
Faridh), dan Boy (Nado). Performa totalitas dari seluruh pemain, didukung oleh
tata panggung minimalis dengan jerami, latar putih, dan kayu yang dibakar di
dalam drum minyak, menciptakan suasana dingin dan penuh keraguan, merefleksikan
Godot sebagai representasi harapan dan keraguan.
Menyasar Mentalitas Gen Z
Sagaloka juga berhasil menarik
perhatian penonton yang didominasi oleh kalangan Gen Z. Tata cahaya yang
dramatis dan penggunaan live musik Underground di akhir cerita,
yang melambangkan pikiran kacau akibat Godot tak datang, menunjukkan upaya
Sagaloka menyesuaikan karya klasik ini dengan tren terbaru dan mentalitas
generasi muda.
Pola panggung yang digunakan
juga memungkinkan penonton menikmati pertunjukan dari jarak sangat dekat,
menciptakan pengalaman sinematik dan intim dengan para performer.
Walaupun sempat terkendala sedikit masalah teknis pada suara mic,
penampilan Sagaloka ini dinilai layak mendapatkan apresiasi karena mampu
menghadirkan karya ikonik Teater Absurd ke dalam konteks lokal dan menyuarakan
kritik sosial dengan cara yang unik dan mendalam.
Kontributor:
Nuzulul Syifa’illah Alfarisi
Bagus, pesannya tersampaikan
BalasHapusWawwwww keren 👍 informasinya jelas 👍
BalasHapusBagus, ini merupakan sebuah terobosan bagus, penyampaian aspirasi tak lagi melalui demontrasi, dikemas apik melalu seni yang eksotik, banyak yang bisa dipetik dari kegiatan ini. Semangat untuk mahasiswa Indonesia, khususnya fakultas kesenian
BalasHapusKeren pesannya, pembaca mengetahui cara menyampaikan aspirasi dapat melalui aksi kesenian yang memukau, lanjutkan dan tingkatkan dalam berkreasi...
BalasHapusLanjutkan anak muda
BalasHapusKeren sekali Sagaloka
BalasHapusMakin sukses ke depannya
Teruslah berkarya anak-anak hebat Indonesia 👍
Wa keren, melestarikan bahasa daerah
BalasHapusLuar biasa, kaya akan pesan moril
BalasHapusSangat menakjubkan dan dapat menginspirasi
BalasHapusSangat menginspirasi
BalasHapusBagus.. sesuatu yg berkarakteristis memang wajib ditampilkan untuk kita petik hikmahnya.
BalasHapusKeren sy baru tau teater godot sejak baca artikel ini
BalasHapusWauuuu keren..... 👍👍👍
BalasHapusBagus.... 😘😘
Menciptakan suasana dingin dan penuh keraguan,mereflesikan Godot sebagia representasi harapan dan keraguan. LUAAR BIASAAA..... 👍👍👍👍👍👍👍👍
WOW dari penampilan Godot yang di bawakan Sagaloka, saya jadi tahu ternyata seni bisa juga di jadikan tempat untuk menyampaikan sebuah pesan atau kritik terhadap orang lain. Artikel ini sangat membantu
BalasHapusPementasan Waiting for Godot versi bahasa Jawa di Malang sukses menggabungkan budaya lokal dan kritik sosial, menarik minat generasi muda dengan konsep panggung dan musik yang kuat.
BalasHapusadanya acara se meriah ini saya sangat mengapresiasi panita yang bertugas dan mengurus acaranya
BalasHapusTeater ini adalah upaya sukses melokalisasi drama absurd klasik (Beckett) ke dalam budaya Jawa, menjadikannya relevan dan akrab, sekaligus membuktikan bahwa isu eksistensial dapat diungkapkan melalui dialek daerah.
BalasHapusWah keren banget, konsepnya fresh banget, ‘Godot’ dibawain pake bahasa Jawa tuh unik parah! Jadi lebih relate sama penonton lokal tapi tetep dapet maknanya. Salut buat tim teaternya, sukses terus buat karya-karya selanjutnya.
BalasHapus