Membaca Sejarah Budaya Jawa Timur Melalui Koleksi Topeng Museum Mpu Tantular

 

Foto bersama dengan para penerima sovenir buku karya Prof. Dr. Robby Hidajat, M.Sn.


Damariotimes. Sidoarjo, 28 Oktober 2025 - Topeng, lebih dari sekadar penutup wajah, adalah cerminan evolusi budaya dan memori kolektif suatu peradaban. Pemahaman mendalam ini menjadi inti dalam Seminar Hasil Kajian Koleksi Etnografi "Topeng" yang digelar di Gedung Von Faber, Museum Negeri Mpu Tantular. Mengangkat tema "Membangun Pemahaman Budaya melalui Topeng Koleksi Musium Mpu Tantular", acara ini mempertemukan para akademisi, pendidik, dan pegiat konservasi budaya.

Seminar yang berlangsung hingga pukul 12.00 ini menghadirkan dua narasumber utama: Prof. Dr. Robby Hidajat, M.Sn. dan Dr. Tri Wahyuningtyas, M.Si., dengan dipandu oleh Amri Bayu Saputra, S.Sn. sebagai moderator. Peserta yang hadir sangat beragam, mulai dari anggota Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sidoarjo, dosen dan mahasiswa STKW, hingga masyarakat umum yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pelestarian budaya.



Prof. Dr. Robby Hidajat, M.Sn. menjelaskan hasil identivikasi koleksi topeng Museum Mpu Tantular (Foto ist.)


 

Mengungkap Rahasia 263 Koleksi Topeng

Materi yang dipaparkan mengulas hasil observasi dan identifikasi komprehensif terhadap 263 koleksi topeng di Museum Negeri Mpu Tantular. Kajian ini merupakan upaya kolaboratif dengan Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik Universitas Negeri Malang, menggunakan pendekatan kualitatif (klasifikasi visual, penafsiran budaya) dan kuantitatif (pengukuran fisik) untuk melengkapi data artefak dan merefleksikan signifikansi historis museum.

Sejarah Museum Mpu Tantular yang berawal dari inisiatif pribadi G.H. von Faber pada tahun 1922 hingga resmi menjadi Museum Negeri di Sidoarjo pada tahun 2004, menjadi latar belakang penting yang menunjukkan semangat pelestarian budaya yang tak pernah padam. Hasil penelitian berhasil mengelompokkan koleksi topeng tersebut ke dalam enam kategori utama berdasarkan asal dan fungsinya, termasuk Wayang Topeng Malang, Topeng Madura, Topeng Sandur, Topeng Bebodresan/Bali, Topeng Dongkrek, Topeng Yogyakarta, dan Topeng Kreasi.

Analisis lebih lanjut menemukan bahwa koleksi tertua berasal dari era 1930-an, yaitu topeng dari Malang dan Madura, yang menjadi saksi bisu fase awal berdirinya museum. Kajian ini secara tegas menyimpulkan bahwa koleksi topeng di museum tidak hanya bernilai seni tinggi, tetapi juga menjadi bukti nyata evolusi budaya, sejarah institusi, dan warisan seni pertunjukan Jawa Timur yang esensial untuk terus dijaga.


Dr. Tri Wahyuningtyas, M.Si. menjelaskan persebaran topeng di sentra seni pertunjukan topeng
(Foto ist.)


 

Diskusi Hangat dan Keterlibatan Gen Z

Sesi diskusi berlangsung hidup dan mendapatkan tanggapan yang sangat positif dari para peserta. Sebanyak enam penanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar dan tajam, meliputi sejarah topeng di berbagai daerah yang telah dikaji, peranan etnografi dalam membentuk memori kolektif masyarakat, pemaknaan filosofis topeng, hingga prospektif kajian yang menekankan pada keterlibatan Generasi Z dalam konservasi budaya.

Antusiasme peserta, khususnya dalam membahas relevansi topeng dan etnografi di era modern serta pelibatan generasi muda, menunjukkan kepedulian yang kuat terhadap warisan budaya. Sebagai bentuk apresiasi, enam penanya yang aktif tersebut mendapatkan suvenir berupa buku karya Prof. Dr. Robby Hidajat, M.Sn.

Seminar ini menegaskan kembali bahwa Museum Mpu Tantular, melalui koleksi topengnya, menawarkan lebih dari sekadar benda bersejarah; ia menawarkan jendela menuju jiwa dan sejarah kebudayaan Jawa Timur yang perlu terus dipelajari dan diwariskan kepada generasi mendatang, terutama Gen Z, agar warisan adiluhung ini tak lekang dimakan zaman.


Reporter : R.Dt.

 

Posting Komentar untuk "Membaca Sejarah Budaya Jawa Timur Melalui Koleksi Topeng Museum Mpu Tantular"