![]() |
seni tari tumbuh di berbagai belahan dunia (Foto IA) |
Damariotimes.
Jauh sebelum kata-kata tertulis, manusia
telah menemukan bahasa lain untuk mengekspresikan diri: tari. Jejak gerak ini
dapat ditelusuri ribuan tahun ke belakang, mengukir sejarah yang tak terputus
hingga kini. Pada awalnya, tari bukanlah sekadar hiburan, melainkan bagian
vital dari kehidupan dan keyakinan masyarakat purba.
Sejarah
seni tari dimulai dari gua-gua prasejarah. Lukisan kuno menunjukkan bahwa tari
digunakan untuk tujuan ritual, seperti menenangkan alam atau merayakan transisi
penting dalam hidup, layaknya kelahiran atau kedewasaan. Lambat laun, ritual
ini berkembang menjadi bentuk kesenangan dan ekspresi psikologis, sebuah cara
bagi manusia untuk bergerak mengikuti irama alam dan musik di dalam benak
mereka. Tidak dapat dipungkiri, ritme dan musik menjadi bagian tak terpisahkan
dari tari. Gerakan, irama, dan melodi menyatu dalam satu kesatuan, sering kali
disertai nyanyian, untuk melayani kebutuhan spiritual dan sosial manusia.
Dari Kuil Mesir Kuno hingga Teater Yunani
Di
peradaban kuno, tari menempati posisi sentral. Di Mesir kuno, tarian digunakan
sebagai ekspresi kesedihan saat pemakaman. Sementara itu, di Yunani, tari
menjadi bagian dari upacara suci. Pada abad ke-8 SM, di kuil-kuil Yunani,
perawan penjaga kuil mempersembahkan tarian yang dikenal sebagai Choros, sebuah tarian melingkar untuk
menghormati dewa-dewa di Olympia. Tarian suci ini kemudian berkembang menjadi
pertunjukan teater di seluruh Yunani pada abad ke-6 SM.
Jejak
serupa juga ditemukan di India. Gerakan tangan para pendeta di kuil-kuil Hindu
diformalisasi menjadi bentuk tari klasik yang dikenal sebagai Bharata Nhatyam. Dengan setiap sikap
dan gerakan tangan yang penuh makna, tarian ini tidak hanya menjadi seni,
tetapi juga sebuah bahasa spiritual yang diwariskan dari generasi ke generasi,
dan masih dilestarikan hingga saat ini.
Tarian Modern: Antara Istana dan Rakyat
Memasuki
abad ke-16 hingga akhir abad ke-20, dunia tari mengalami pembagian signifikan
menjadi dua aliran utama: tarian rakyat
(folk) dan tarian istana (court).
Tarian rakyat mempertahankan fungsi ritualnya, merayakan peristiwa penting
seperti panen, perang, atau kisah leluhur. Gerakan dan ceritanya mencerminkan
kehidupan sehari-hari dan terus diperbarui mengikuti tren populer.
Sebaliknya,
tarian istana adalah persembahan khusus dari seniman profesional kepada para
raja dan ratu. Praktik ini memunculkan profesi baru seperti ahli tari dan
koreografer yang mengajar para bangsawan. Tarian istana seperti balet, meskipun
sering dianggap lebih modern, cenderung lebih lambat dalam pembaruan karena
terikat pada etiket dan tradisi.
Perbedaan
ini mulai pudar seiring berakhirnya era kerajaan besar di akhir abad ke-20.
Tari modern kemudian berevolusi menjadi dua kategori besar: tari tradisional dan tari kontemporer.
Menurut
maestro tari dunia, Martha Graham,
tidak ada satu jenis tarian yang lebih superior dari yang lain. Baginya, semua
tari adalah sama, masing-masing mencari bentuk dan popularitasnya sendiri. Di
Indonesia, tari seperti Yapong,
Jaipong, dan Ketuk Tilu
dikategorikan sebagai tari tradisional. Sementara itu, disko, aerobik, dan
dangdut diklasifikasikan sebagai tari kontemporer. Masing-masing memiliki
pasarnya sendiri, saling bersaing dalam dunia budaya massa.
Kisah
tari adalah kisah manusia itu sendiri—dari ritual sakral hingga ekspresi diri,
dari istana hingga jalanan, tarian terus berevolusi, mencerminkan irama zaman
yang tak pernah berhenti bergerak.
Penulis : R.Dt.
Posting Komentar untuk "Jejak Seni Tari: Dari Ritual hingga Gerak Modern"