![]() |
Tim Peneliti dari UM bersama Pak Lurah Desa Manduro (Foto ist.) |
Damariotimes. Jumat, 31 Mei 2025,
menjadi hari yang istimewa bagi Dusun Gesing, Desa Mandura, Kecamatan Kabuh,
Kabupaten Jombang. Seluruh elemen masyarakat berkumpul, bahu-membahu merayakan
sebuah tradisi turun-temurun yang tak lekang oleh waktu: selamatan desa dan
pertunjukan Sandur Mandura. Di balik kemeriahan ini, terselip peran penting
dari Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Malang (UM) yang
berupaya memotensikan seni pertunjukan Sandur Manduro. Seni pertunjukan ini
mendapat perhatian khusus dari tim Tim Pengabdian Kepada Masyarakat dari
Universitas Negeri Malang.
Tim Pengabdian Kepada Masyarakat
dari Universitas Negeri Malang, yang diketuai oleh Prof. Dr. Robby Hidajat,
M.Sn., bersama anggotanya Prof. Dr. Ponimin, M.Hum., dan Dr. Wida
Rahayuningtyas, M.Pd., melaksanakan kegiatan mulai dari tanggal 31 Mei hingga 2
Juni 2025. Fokus kegiatan mereka meliputi pelatihan (1) gerak tari, (2) penataan
kostum, (3) hingga pementasan yang puncaknya dilakukan pada 31 Mei 2025. Selain
itu, tim juga melakukan pendalaman substansi terkait subjek penelitian seni
Sandur Mandura. Kegiatan kolaboratif pengembangan dan pelestarian ini
dipusatkan pada sanggar "Panji Arum" yang dipimpin oleh Ripa'i,
berlokasi di Dusun Gesing, Desa Mandura, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang,
Jawa Timur.
![]() |
pembenahan penempilan salah satu adekan sandur Manduro oleh tim UM (Foto ist.) |
Jombang, sebagai sebuah kabupaten di
Jawa Timur, tak hanya dikenal dengan sebutan Kota Santri. Di balik itu, Jombang
menyimpan kekayaan seni dan budaya yang tak kalah menarik, salah satunya adalah
Sandur. Seni pertunjukan tradisional ini memiliki potensi besar sebagai
cerminan kehidupan sosial, sejarah, dan nilai-nilai luhur masyarakat Jombang
yang patut dilestarikan. Acara ini bukan hanya sekadar hiburan, melainkan
sebuah manifestasi kuat dari identitas budaya, spiritualitas, dan kebersamaan
yang telah mengakar di sanubari warga Mandura.
Dusun Gesing sendiri terletak di
Desa Mandura, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Desa Mandura
berada di wilayah terpencil dengan kontur berbukit dan jalan naik turun,
sehingga memberikan kesan alami dan jauh dari hiruk pikuk kota. Untuk mencapai
desa ini, salah satu jalur yang umum digunakan adalah melalui kompleks SAT
Radar 222 Ploso di Kabuh. Di Dusun Gesing, terdapat peninggalan sejarah dan
tempat yang dikeramatkan bernama Sendang Weji, menambah kekayaan budaya
spiritual desa ini.
Perayaan diawali dengan sebuah
ritual sakral, yaitu selamatan desa. Sejak sore hari, ratusan warga dari
berbagai penjuru Dusun Gesing memadati area yang telah disiapkan. Aroma
kemenyan dan aneka sesaji yang tersaji rapi di hadapan mereka menambah khidmat
suasana. Dengan mengenakan pakaian terbaik, tua muda, laki-laki dan perempuan,
semuanya hadir dengan penuh kerendahan hati. Momentum ini menjadi ajang
silaturahmi yang hangat, di mana tawa renyah dan percakapan ringan mengalir di
antara sela-sela persiapan.
Puncak ritual selamatan tiba saat
senja mulai menyelimuti dusun. Dipimpin oleh sesepuh desa, seluruh hadirin
menundukkan kepala, memanjatkan doa. Uniknya, doa dimulai dengan lantunan
bahasa Jawa yang kaya akan makna filosofis. Suara berat pembaca doa yang menggema,
memohon keselamatan, keberkahan, dan perlindungan bagi seluruh warga Mandura
dari segala bala. Kata-kata seperti "Dhuh Gusti ingkang Maha Agung, kawula
nyuwun pangapura, mugi-mugi desa Mandura tansah pinaringan katentreman lan
karaharjan" (Oh Tuhan Yang Maha Agung, kami memohon ampunan, semoga desa
Mandura senantiasa diberikan ketenteraman dan kesejahteraan) terdengar syahdu,
meresap ke dalam sanubari setiap jemaah.
Setelah doa dalam bahasa Jawa usai, ritual
dilanjutkan dengan doa selamat berbahasa Arab. Suasana spiritual yang mendalam,
menunjukkan harmonisasi antara tradisi lokal dan ajaran agama. Kombinasi dua
bahasa dalam doa ini tidak hanya mencerminkan kekayaan budaya Mandura, tetapi
juga menjadi simbol kerukunan antar umat beragama yang terjaga dengan baik di
desa ini. Setelah doa selesai, hidangan tumpeng dan berbagai lauk pauk yang
telah disiapkan secara gotong royong dibagikan kepada seluruh hadirin, menandai
dimulainya santap malam bersama yang penuh keakraban.
Sandur Mandura: Potensi Kebudayaan
Jombang
Usai santap malam, perhatian seluruh
warga beralih ke panggung utama yang telah berdiri megah. Dentuman gamelan
mulai terdengar, menandakan dimulainya pementasan seni pertunjukan tradisional
khas masyarakat Desa Mandura, yaitu Sandur Mandura. Di bawah kepemimpinan yang
kharismatik dari Bapak Rifa'in, kelompok Sandur Mandura bersiap untuk memukau
penonton dengan keunikan dan magisnya.
Sandur Mandura merupakan warisan
budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pertunjukan ini memadukan
unsur drama, musik, tari, dan komedi yang dibawakan oleh para pemain dengan
topeng-topeng berkarakter. Kisah yang dibawakan biasanya mengangkat tema-tema
kehidupan masyarakat, mulai dari tampilan tokoh Panji, mitos lokal, cerita
rakyat, hingga kritik sosial yang disajikan dengan gaya yang ringan namun sarat
makna. Gerakan tari yang dinamis, iringan musik gamelan yang menghentak, serta
dialog-dialog lucu dan interaktif dengan penonton, semuanya menyatu membentuk
sebuah pertunjukan yang hidup dan memesona.
Malam itu, Bapak Rifa'in sebagai
pengendang dan timnya sukses menghidupkan panggung dengan alur cerita yang
menarik. Penonton diajak larut dalam setiap adegan, tertawa riang, dan sesekali
tertegun menyaksikan kelincahan para penari. Bahasa yang digunakan dalam
pertunjukan ini adalah bahasa Jawa, namun dengan sentuhan dialek madura yang
kental, membuat pertunjukan ini terasa sangat dekat dengan keseharian warga.
Para pemain juga sesekali menyapa penonton, berinteraksi secara spontan,
menciptakan atmosfer yang akrab dan meriah.
Harapan untuk Masa Depan
Pementasan Sandur Mandura dan
pameran topeng ini berlangsung hingga larut malam. Ribuan pasang mata terpaku
pada panggung, menikmati setiap momen yang tersaji. Acara ini bukan hanya
tentang hiburan, tetapi juga tentang bagaimana sebuah desa kecil di Jombang
mampu menjaga dan melestarikan warisan budaya leluhur mereka di tengah gempuran
modernisasi, yang kini diperkuat dengan sentuhan dan dukungan dari Tim
Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Malang.
Melalui selamatan desa dan
pertunjukan Sandur Mandura yang telah dipotensikan, masyarakat Dusun Gesing,
Desa Mandura, telah menunjukkan komitmen mereka untuk terus merajut tali
kebersamaan dan menghidupkan kembali semangat tradisi. Bapak Rifa'i dan para
seniman Sandur Mandura, dengan bimbingan dan pelatihan dari tim UM, telah
membuktikan bahwa seni tradisional masih memiliki tempat di hati masyarakat,
bahkan di era digital sekalipun. Ini adalah pengingat penting bahwa budaya
adalah akar identitas, dan melestarikannya berarti menjaga jati diri bangsa.
Semangat kebersamaan dan kecintaan
terhadap seni tradisional ini terus membara di Dusun Gesing, Desa Mandura, dan
menjadi inspirasi bagi desa-desa lain untuk terus menghidupkan warisan budaya
mereka.
Tim Damariotimes
Posting Komentar untuk "Potensialisasi Sandur Mandura di Dusun Gesing oleh Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Malang"