![]() |
berbagai jenis tari di Indonesia (Sumber Ai) |
Damariotimes. Indonesia, dengan
lebih dari 17.000 pulau dan ratusan suku bangsa, adalah mozaik budaya yang tak
tertandingi. Di antara kekayaan itu, tari etnik menonjol sebagai cerminan jiwa
dan identitas setiap komunitas. Dari gemulai jari penari Jawa hingga hentakan
kaki penari Papua, setiap gerakan menyimpan sejarah, keyakinan, dan cara hidup.
Namun, pernahkah kita berpikir, bagaimana kesamaan atau perbedaan gerakan ini
bisa muncul di wilayah yang berjauhan? Adakah "DNA" tersembunyi yang
menghubungkan tarian-tarian ini, layaknya rumpun bahasa yang berasal dari satu
akar? Pertanyaan inilah yang menjadi inti dari gagasan genokinetik tari etnik,
sebuah pendekatan inovatif yang diinisiasi oleh Robby Hidajat. Konsep ini
menawarkan perspektif baru dalam memahami fenomena tari di Indonesia, dengan mencoba
melihat genetika tari etnik melalui ciri-ciri gerak.
Pendekatan genetik telah lama
diterapkan dalam ilmu pengetahuan, khususnya linguistik. Kita mengenal
bagaimana ahli bahasa melacak asal-usul dan persebaran bahasa melalui
perbandingan kosa kata, tata bahasa, dan fonologi, hingga menemukan rumpun
bahasa purba yang tersebar di berbagai belahan dunia. Akar pengetahuan ini
bahkan dapat ditelusuri dari upaya mengelompokkan dan memahami persebaran
populasi manusia di muka bumi, seperti yang diungkapkan Mahsun (2010:1). Namun,
di bidang seni tari, eksplorasi semacam ini masih terbilang langka. Genokinetik
tari etnik berusaha mengisi kekosongan ini. Ia bukan sekadar mengamati ragam
gerak, melainkan mencoba mencari pola-pola fundamental, "unit-unit genetik"
gerak yang mungkin tersebar dan bermutasi seiring waktu dan ruang. Bayangkan
sebuah gerakan dasar, misalnya, sebuah gestur tangan tertentu atau postur tubuh
spesifik. Gerakan ini bisa saja ditemukan dalam berbagai bentuk tari di
berbagai wilayah, namun dengan modifikasi atau adaptasi yang membuatnya unik
bagi setiap budaya.
Untuk memahami genetika tari, kita
perlu menyelami ciri-ciri gerak yang mendasar. Ini berarti tidak hanya melihat
keindahan estetika permukaannya, tetapi juga menganalisis elemen-elemen paling
inti dari sebuah gerakan, seperti arah gerak yang dominan (vertikal,
horizontal, atau melingkar), level gerak (apakah penari banyak bergerak di
level rendah, menengah, atau tinggi), ruang gerak (eksploratif dalam ruang luas
atau terkonsentrasi dalam ruang sempit), tenaga gerak (kuat, lembut, cepat,
atau lambat), kualitas gerak (patah-patah, mengalir, tegang, atau rileks),
hingga struktur gerak yang menunjukkan pola pengulangan yang konsisten. Dengan
menganalisis ciri-ciri ini secara sistematis dari beragam tari etnik, kita
mungkin dapat menemukan kesamaan-kesamaan yang sulit terlihat pada pandangan
pertama. Misalnya, sebuah gerak melingkar pada pinggul mungkin ditemukan dalam
tari Jawa, tari Bali, dan bahkan beberapa tari dari Sumatera, meskipun dengan
interpretasi dan konteks yang berbeda. Pertanyaannya kemudian, apakah kesamaan
ini kebetulan, ataukah ada hubungan genetik yang mendasari yang tersebar
melalui interaksi dan migrasi budaya di masa lampau?
Pendekatan genokinetik tari memiliki
beberapa implikasi penting yang dapat memperkaya pemahaman kita tentang warisan
budaya. Pertama, jika kita bisa mengidentifikasi "gen" gerak, kita
mungkin dapat melacak akar sejarah migrasi budaya dan interaksi antar-etnis di
masa lampau. Mirip dengan bagaimana bahasa bisa menunjukkan jalur penyebaran
manusia, gerak tari juga bisa menjadi penunjuk historis yang berharga. Kedua,
genokinetik membantu kita melihat bagaimana "gen" gerak dasar
beradaptasi dengan lingkungan dan budaya baru. Gerak yang sama bisa berevolusi
menjadi bentuk yang sangat berbeda karena pengaruh geografis, kepercayaan, atau
interaksi dengan kelompok lain. Ketiga, dengan memahami struktur genetik tari,
kita dapat mengidentifikasi elemen-elemen esensial yang perlu dilestarikan,
yang sangat krusial dalam proses revitalisasi atau rekonstruksi tari-tari yang
terancam punah. Terakhir, pendekatan ini secara inheren bersifat
interdisipliner, membuka pintu bagi kolaborasi antara penari, koreografer,
antropolog, sejarawan, bahkan ahli genetika atau ilmuwan data yang dapat
membantu dalam analisis pola.
Tentu saja, penerapan genokinetik
dalam tari bukanlah tanpa tantangan. Gerak tari jauh lebih kompleks dan cair
daripada struktur bahasa, dan banyak faktor yang mempengaruhi evolusi tari,
termasuk pengaruh individu penari, interaksi antarsuku, dan bahkan tren sosial.
Namun, dengan metodologi yang cermat dan analisis yang mendalam, pendekatan ini
dapat menawarkan wawasan yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Gagasan
genokinetik tari etnik oleh Robby Hidajat adalah undangan untuk melihat tari
tidak hanya sebagai seni pertunjukan, tetapi juga sebagai sebuah "arsip
hidup" dari peradaban. Ini adalah upaya ambisius untuk memahami bagaimana
gerak, sebagai bahasa tubuh universal, telah diukir dan diwariskan dari
generasi ke generasi. Dengan mempelajari "DNA" dalam setiap jentikan
jari dan ayunan langkah, kita tidak hanya mengagumi keindahan tari Indonesia,
tetapi juga mengungkap kisah-kisah kuno yang terukir dalam setiap gerakannya.
Melalui pendekatan genokinetik, kita bisa mulai menari di lintasan waktu dan
ruang, melintasi batas-batas geografis, dan menemukan benang merah yang
mengikat keragaman tari etnik Indonesia menjadi satu kesatuan yang menakjubkan.
Ini adalah langkah pertama menuju pemahaman yang lebih dalam tentang warisan
budaya tak benda yang tak ternilai harganya.
Tim Damariotimes.
Posting Komentar untuk "Jejak DNA dalam Gerak: Mengurai Benang Genetik Tari Etnik Indonesia"