FORMASI DAN POLA GERAK DALAM SENI PERTUNJUKAN BANTENGAN

 



ritual performen, mengawali pertunjukan Bantengan (Foto ist.)


Prof. Dr. Robby Hidajat, M.Sn,

Staf Pengajar Universitas Negeri Malang

 

Damariotimes. Batu, 19 Juni 2025. Seni pertunjukan Bantengan merupakan tontonan rakyat yang ada di Jawa Timur, khususnya di daerah Malang Raya. Pertunjukan ini memiliki formasi dan pola gerak memiliki makna tertentu. Gerakan-gerakan ini menggambarkan kekuatan, kelincahan, serta interaksi dalam kelompok, menciptakan tontonan yang memukau dan ritualistik.

 

Struktur Formasi Dasar Bantengan

Formasi dalam pertunjukan Bantengan tidaklah statis, melainkan sangat cair dan responsif terhadap alur cerita atau irama musik. Namun, ada beberapa struktur dasar yang sering dijumpai:

  • Pimpinan (Kepala Banteng): Selalu menjadi fokus utama, bergerak di bagian depan atau tengah, memimpin arah dan tempo gerak. Penari ini adalah jantung pertunjukan, yang gerakannya meniru perilaku banteng dari agresif hingga tenang. Formasi Bantengan menghadirkan garis geometris; memanjang, melingkar, berhadap-hadapan.
  • Pengiring (Pendekar/Tukan seblak): Biasanya berada di sisi atau belakang pimpinan. Mereka bertugas menjaga ritme dengan suara pecutan dan terkadang melakukan gerakan akrobatik. Kehadiran "singa" “ kera”(binatang hitan) yang memperkuat dinamika, seringkali menjadi sasaran "serangan" banteng, menunjukkan interaks dramatis.
  • Penabuh Gamelan dan Penjaga Area: Meskipun tidak selalu bergerak dalam formasi tari, kelompok penabuh gamelan membentuk lingkaran atau barisan di sekitar area pertunjukan, memberikan landasan musikal yang vital. Terkadang, ada juga figur penjaga yang memastikan kelancaran dan keamanan pertunjukan, terutama saat ada kondisi "ndadi" (kerasukan).

 

Pola Gerak Kunci dalam Bantengan

Pola gerak Bantengan kaya dan bervariasi, dipengaruhi oleh jenis musik pengiring, kondisi penari, dan interaksi dengan penonton. Beberapa pola gerak yang menonjol meliputi:

  • Gerak Agresif adalah inti dari pertunjukan Bantengan. Gerakan kepala banteng yang diturunkan, hentakan kaki yang kuat, dan ayunan tubuh ke samping menunjukkan sifat agresif banteng yang siap menyeruduk. Pola gerak ini seringkali diikuti dengan desahan keras dan tatapan mata yang tajam dari penari. Ini juga menjadi puncak atraksi saat penari mengalami kondisi ndadi.
  • Gerak Ritualistik dan Meditatif: Di balik kegarangan, ada juga pola gerak yang lebih lambat dan meditatif, terutama di awal atau jeda pertunjukan. Gerakan-gerakan ini seringkali melibatkan putaran perlahan, anggukan kepala yang ritmis, dan seolah-olah mencari atau merasakan lingkungan sekitar. Pola ini bisa diinterpretasikan sebagai persiapan spiritual atau upaya menenangkan diri sebelum atau sesudah ledakan energi.
  • Gerak Interaktif: Pola gerak ini melibatkan interaksi antarpenari atau dengan penonton. Misalnya, gerakan saling mengejar antara banteng, atau banteng yang "menyeruduk" penonton yang terlalu dekat. Interaksi ini menambah elemen kejutan dan partisipasi, meskipun tetap dalam koridor keamanan.
  • Gerak "Ngglandang" (Berputar-putar): Sering terlihat ketika Bantengan "mengelilingi" area tertentu atau berputar-putar di satu titik. Pola gerak ini bisa menunjukkan kegelisahan, pencarian, atau sekadar ekspresi kebebasan bergerak.
  • Gerak "Pecutan": Dilakukan oleh para pengiring yang membawa pecut. Gerakan ini melibatkan ayunan pecut yang menghasilkan suara khas, seringkali sinkron dengan hentakan kaki banteng atau irama gamelan, menambah semangat dan energi.

 

Pengembangan  Formasi dan Pola Gerak

Seni tradisi Bantengan, yang berakar kuat pada hubungan manusia dengan alam, kekuatan spiritual, dan kearifan lokal, secara inheren kaya akan makna. Formasi dan pola geraknya yang tradisional, yang merefleksikan kekuatan alam, harmoni, serta dinamika sosial (pertarungan baik dan buruk), adalah fondasi yang kokoh. Namun, untuk menjaga relevansi dan daya tariknya di tengah arus perkembangan seni pertunjukan kontemporer, pengembangan formasi dan pola gerak menjadi krusial. Pengembangan ini tidak berarti meninggalkan akar tradisi, melainkan memperkaya dan memperluasnya secara interpretatif, koreografis, dan menghibur.

 

Pendekatan Pengembangan Formasi dan Pola Gerak

Pengembangan formasi dan pola gerak dalam Bantengan dapat dilakukan melalui eksplorasi kreatif yang tetap menghormati esensi aslinya. Pendekatan ini memungkinkan seniman untuk menciptakan pengalaman yang lebih kompleks, terstruktur, dan menarik bagi audiens modern.

 

1. Pemadatan Adegan

Pemadatan adegan berfokus pada efisiensi dan intensitas gerak. Dalam pertunjukan tradisional, beberapa gerakan mungkin terasa repetitif atau kurang terfokus. Melalui pemadatan, setiap gerak menjadi lebih bermakna dan bertujuan, tanpa mengurangi esensi.

  • Optimalisasi Transisi: Memperhalus dan mempercepat perpindahan antara satu formasi ke formasi lainnya, atau dari satu pola gerak ke pola gerak lain. Ini menciptakan alur yang lebih mulus dan dinamis.
  • Fokus pada Klimaks: Mengidentifikasi momen-momen puncak dalam pertunjukan (misalnya saat "ndadi" atau interaksi agresif) dan mengintensifkannya dengan gerak yang lebih terkoreografi, pencahayaan, atau bahkan efek suara.
  • Penggunaan Ruang lebih Efektif: Memanfaatkan seluruh area panggung atau arena pertunjukan dengan formasi yang lebih bervariasi—tidak hanya horizontal, tetapi juga vertikal (jika memungkinkan dengan penari yang melompat atau menggunakan properti).

 

2. Pemendekan Waktu

Aspek ini berkaitan dengan efisiensi waktu pertunjukan tanpa mengurangi kedalaman cerita atau pesan yang disampaikan. Audiens modern seringkali memiliki rentang perhatian yang lebih pendek, sehingga pertunjukan yang padat dan efektif lebih menarik.

  • Penyusunan Ulang Struktur: Memangkas bagian-bagian yang dianggap kurang esensial atau terlalu berulang. Ini bisa berarti menggabungkan beberapa segmen gerak menjadi satu, atau menghilangkan pengulangan yang tidak signifikan.
  • Ritmen yang Dinamis: Mengatur tempo dan ritme gerak agar lebih bervariasi. Ada momen cepat dan intens, diikuti oleh momen yang lebih lambat dan reflektif, namun transisinya diatur agar tidak monoton.
  • Fokus pada Inti Cerita: Jika ada narasi tersirat, pastikan setiap gerak berkontribusi pada pengembangan narasi tersebut. Hindari gerak "filler" yang tidak mendukung alur cerita.

3. Memasukkan Tema Naratif

Inilah area yang paling menjanjikan untuk pengembangan interpretatif dan koreografis. Mengintegrasikan tema naratif secara eksplisit dapat memberikan dimensi baru pada pertunjukan Bantengan, mengubahnya dari sekadar tarian ritual menjadi sebuah kisah yang bisa dinikmati dan dipahami secara lebih luas.

  • Pengembangan Karakter: Selain Banteng, karakter lain seperti Singa, Monyet, atau figur penjaga (tukang seblak) dapat memiliki pola gerak yang lebih spesifik dan berkembang sesuai peran naratifnya. Misalnya, singa yang tidak hanya lari, tapi juga menunjukkan kekuata atau kegagahan.
  • Konflik dan Resolusi: Mengembangkan alur cerita yang memiliki konflik (misalnya, Banteng melawan musuh, Banteng yang tersesat, atau perjuangan spiritual) dan menunjukkan resolusi melalui formasi dan pola gerak yang disengaja.
  • Visualisasi Simbol: Menggunakan gerak untuk memvisualisasikan simbol-simbol yang sebelumnya hanya tersirat. Misalnya, formasi lingkaran bisa melambangkan persatuan atau siklus kehidupan; gerak jatuh dan bangkit melambangkan perjuangan dan kebangkitan.
  • Kolaborasi Lintas Seni: Menggabungkan elemen naratif dengan seni lain seperti teater, pantomim, atau bahkan multimedia (proyeksi visual) untuk mendukung penceritaan.

Potensi dan Tantangan

Pengembangan ini memiliki potensi besar meningkatkan daya tarik Bantengan di kancah seni pertunjukan nasional maupun internasional. Bantengan dapat disaksikan sebagai koreografi atau pertunjukan hiburan yang memiliki kedalaman artistik dan relevansi universal.

Namun, tantangannya adalah menyeimbangkan inovasi dengan konservasi. Penting untuk memastikan bahwa pengembangan tidak mengikis esensi spiritual dan tradisional dari Bantengan. Dialog antara seniman, budayawan, dan sesepuh sangat penting untuk memastikan bahwa setiap perubahan tetap menghormati akar budaya Bantengan.

 

Posting Komentar untuk "FORMASI DAN POLA GERAK DALAM SENI PERTUNJUKAN BANTENGAN"