![]() |
Ripa'i memperagakan prajurid berkuda pada seni pertunjukan Sandur (Foto ist.) |
Damariotims. Tim Pengabdian Kepada
Masyarakat dari Universitas Negeri Malang melakukan pendalaman tentang subjek
penelitian. Kegiatan Kerjasama pengembangan dan pelestarian ini dipusatkan pada
sanggar “Panji Arum” pimpinan Ripa’i di Dusun Gesing, Desa Manduro, Kecamatan
Kabuh, Kabupaten Jombang – Jawa Timur. Tim
Jombang, ssebagai sebuah kabupaten
di Jawa Timur, tak hanya dikenal dengan sebutan Kota Santri. Namun di balik
itu, Jombang menyimpan kekayaan seni dan budaya yang tak kalah menarik, salah
satunya adalah Sandur. Seni pertunjukan tradisional yang memiliki potensi
sebagai cerminan kehidupan sosial, sejarah, dan nilai-nilai luhur masyarakat
Jombang yang patut dilestarikan.
Apa Itu Sandur Jombang?
Sandur adalah seni pertunjukan
rakyat yang biasanya dipentaskan di ruang terbuka, seperti lapangan atau
halaman rumah. Ciri khas Sandur Jombang terletak pada perpaduan unsur drama,
musik, tari, dan komedi yang dikemas secara apik. Lakon yang dipentaskan dalam
Sandur umumnya mengangkat tema-tema keseharian, cerita rakyat, hingga kritik
sosial yang disampaikan dengan gaya humoris namun tetap memiliki pesan moral
yang mendalam.
Tokoh, Gerakan, dan Alur Cerita yang
Khas
Dalam pementasannya, Sandur Jombang
memiliki tokoh-tokoh sentral yang mudah dikenali dan seringkali menjadi daya
tarik utama. Menurut Ripa’i, terdapat unsur-unsur tokoh pada setiap
tariannya, yakni tokoh Klono, Panji, Ayun-ayun, prajurit berkuda, dan Bapang.
Tokoh-tokoh ini seringkali menjadi inti dari pementasan, membawakan dialog dan
gerakan yang khas. Selain itu, ada juga tokoh Patih yang biasanya menjadi
pemimpin atau pengatur jalannya cerita, serta Wong Sandur/Panjak yang
merupakan para penari dan pemain musik yang mendampingi Patih. Mereka
seringkali berinteraksi langsung dengan penonton, menciptakan suasana yang
lebih hidup.
Alur cerita Sandur umumnya sederhana
dan mudah diikuti. Dimulai dengan pembukaan yang meriah, kemudian disusul
dengan dialog, tarian, dan adegan komedi yang saling berinteraksi. Seni
pertunjukan ini diiringi gamelan musik soronen, yang menghasilkan irama
dinamis dan kadang jenaka, menjadi ruh dari setiap gerakan dan dialog para
pemain.
Kejayaan dan Tantangan Sandur
Jombang
Sandur Jombang pernah mengalami masa
kejayaan pada era tahun 1960-1990-an. Pada masa itu, seni pertunjukan
ini sangat diminati oleh masyarakat dan menjadi ikon budaya yang kuat. Namun,
seiring dengan perkembangan waktu dan gempuran seni pertunjukan modern di
berbagai kawasan, kesenian ini mengalami penurunan minat.
Menurut Ripa’i, salah satu hal yang
menyebabkan menurunnya minat tersebut adalah aspek tampilan dari seni
pertunjukan Sandur yang kurang menarik dibandingkan dengan hingar bingar
seni pertunjukan tradisional lainnya yang telah mengalami revitalisasi. Meski
demikian, pemerintah daerah Kabupaten Jombang tetap mengunggulkan Sandur
sebagai ikon Kabupaten Jombang kawasan utara.
Upaya Pelestarian yang Perlu
Ditingkatkan
Meskipun diakui sebagai ikon, dalam
usaha untuk mengkonservasi kesenian tersebut, Ripa’i menyoroti kurangnya
usaha dari pemerintah daerah untuk melakukan konservasi serta pengembangan
pertunjukan Sandur. Ini menjadi tantangan besar agar minat masyarakat,
konsumen, dan pelaku kesenian tetap setia untuk menggeluti dan menikmati
kesenian tersebut.
Padahal, Sandur Jombang memiliki
fungsi yang beragam dalam kehidupan masyarakat, seperti media komunikasi,
edukasi moral, kritik sosial, dan tentu saja sebagai sarana pelestarian budaya.
Diperlukan upaya nyata dari berbagai pihak, tidak hanya komunitas seni dan
budayawan, tetapi juga pemerintah daerah, untuk merancang program-program yang
lebih inovatif. Misalnya, revitalisasi tampilan pertunjukan, pengembangan
materi cerita yang relevan dengan masa kini, hingga promosi yang lebih gencar
agar Sandur Jombang dapat kembali bersinar dan dikenal oleh generasi mendatang.
Reporter : MAH
Editor : H.Gum
Posting Komentar untuk "Sandur Jombang: Melestarikan Jejak Budaya Lewat Lakon Penuh Makna"