![]() |
Buku Ritual Soundings (foto ist.) |
Damariotimes. Dalam bukunya yang
memukau, Ritual Soundings: Women Performers and World Religions, Sarah
Weiss menawarkan eksplorasi mendalam tentang peran vital perempuan dalam
membentuk dan mewujudkan praktik keagamaan di seluruh dunia. Diterbitkan oleh
University of Illinois Press pada tahun 2019, karya ini melampaui batasan
geografis dan agama, menyatukan studi kasus yang beragam melalui lensa
meta-etnografi yang inovatif. Weiss, seorang etnomusikolog terkemuka, dengan
cekatan memadukan etnomusikologi, studi gender dalam agama, dan studi musik
sakral untuk menunjukkan tentang perempuan secara aktif menegaskan agensi
mereka—seringkali dalam konteks yang membatasi—melalui performa ritual.
Buku ini merupakan kontribusi
signifikan bagi bidang studi agama dan gender, menantang narasi yang sering
kali mengabaikan atau meremehkan keterlibatan perempuan dalam kehidupan
keagamaan. Weiss berpendapat bahwa meskipun struktur keagamaan seringkali
patriarkal, perempuan menemukan celah dan kesempatan dalam performa ritual
untuk mengekspresikan diri, menyuarakan pendapat, dan bahkan melakukan tindakan
yang dalam kehidupan sehari-hari mungkin dianggap tidak pantas atau terlarang.
Momen-momen performatif ini, meskipun singkat dan liminal, memungkinkan mereka
untuk bergerak melampaui batas-batas budaya yang telah ditentukan.
Salah satu kekuatan utama Ritual
Soundings adalah pendekatan komparatifnya. Weiss secara cermat menganalisis
rincian etnografi dari berbagai penelitian, mengungkapkan pola kesamaan yang
mengejutkan antara budaya-budaya yang tampaknya tidak berhubungan. Ia membawa
pembaca ke komunitas Hindu di India, tempat perempuan melantunkan ratapan dan
ejekan selama ritual pernikahan; ke Finlandia Ortodoks Kristen, di mana ratapan
juga menjadi bagian dari ritual; ke Italia Selatan, tempat perempuan Katolik
menampilkan tarantella dalam ziarah; dan ke Maroko, tempat gadis-gadis Muslim
Berger melantunkan puisi pada acara pernikahan. Melalui contoh-contoh ini,
Weiss menyoroti tentang praktik-praktik performatif ini—baik itu ratapan,
ejekan, atau tarian—memberikan ruang bagi perempuan untuk mengartikulasikan
emosi, menghadapi kecemasan, dan bahkan menantang tatanan sosial, namun tetap
setia pada praktik budaya lokal yang diwakili oleh ritual tersebut.
Weiss memperkenalkan konsep
"meta-etnografi", di mana ia tidak melakukan penelitian lapangan
primer, melainkan membaca secara mendalam dan melintasi detail etnografi dari
berbagai studi yang sudah ada. Pendekatan ini memungkinkan dia untuk
mensintesis data yang luas dan mengidentifikasi pola umum yang mungkin
terlewatkan jika fokus hanya pada satu budaya atau agama. Metodologi ini juga
berfungsi sebagai undangan bagi para etnomusikolog untuk kembali ke pekerjaan
komparatif, mendorong mereka untuk berpikir melintasi batas-batas disiplin ilmu
dan melihat koneksi alih-alih hanya perbedaan. Weiss berpendapat bahwa
perbandingan semacam ini secara etis penting, karena dapat membantu mengurangi
prasangka dengan menunjukkan kesamaan dalam bagaimana orang-orang dari konteks
yang berbeda merespons situasi.
Buku ini terstruktur menjadi enam
bab yang dibingkai oleh pengantar dan kesimpulan. Pengantar mengarahkan pembaca
pada metode dan motivasi Weiss, mengidentifikasi buku ini sebagai
"meta-etnografi" yang mengambil dan menganalisis ulang temuan
etnografi dari penelitian sebelumnya. Weiss secara proaktif membahas potensi
kritik terhadap penggunaan meta-etnografinya, dengan argumen bahwa pendekatan
ini dapat menjadi titik awal untuk teknik komparatif yang membantu membangun
pemahaman antarbudaya.
Dalam bab-bab selanjutnya, Weiss
menyelami akar sejarah dan spiritual dari berbagai praktik performatif.
Misalnya, ia membahas ratapan pernikahan, menelusuri ketakutan dari Yunani kuno
bahwa ratapan publik perempuan berpotensi merusak tatanan masyarakat. Ia juga
mengeksplorasi ejekan selama perayaan pernikahan sebagai sarana pemberdayaan
bagi perempuan. Pembahasan tentang tarantella di Italia Selatan sangat menarik;
tarian ini, yang dulunya dikaitkan dengan penyembuhan gigitan tarantula,
menjadi bentuk performa yang disetujui secara religius, memungkinkan perempuan
untuk menunjukkan kesalehan mereka melalui tarian yang secara sosial mungkin
dianggap menantang batas-batas kesopanan. Dalam kasus-kasus ini, perempuan
berperilaku dengan cara yang mengejutkan, memberdayakan, dan biasanya
terlarang, namun disambut dalam konteks ritual mereka.
Penting untuk dicatat bahwa Weiss
menekankan bahwa pemberdayaan yang dihasilkan dari performa ritual ini bersifat
sementara. Keunikan performa ini selama masa-masa liminal justru memperkuat
normalitas batasan patriarki sehari-hari. Selain itu, performa dalam ritual
semacam itu tidak selalu berarti keinginan untuk mengubah tatanan sosial
komunitas—banyak perempuan pelaku ritual juga berperan dalam melanggengkan
tatanan patriarki dalam kehidupan sehari-hari mereka. Namun, performa ini
menyiratkan kemungkinan peran alternatif yang diberdayakan bagi perempuan.
Ritual Soundings menerima Penghargaan Honorable Mention untuk ICTM Book
Prize pada tahun 2021, dengan komite penghargaan menyatakan bahwa buku ini
adalah "penarikan yang benar-benar menarik dari berbagai sketsa yang
berbeda dalam pengakuan kohesif terhadap budaya bayangan besar agensi perempuan
dalam agama-agama dunia."
Secara keseluruhan, Ritual
Soundings adalah karya yang sangat menarik, tertulis dengan baik, dan
diteliti secara luar biasa. Ini adalah sumber daya yang tak ternilai bagi siapa
pun yang tertarik pada perempuan dan agama, performa sebagai sarana agensi
perempuan, metode komparatif untuk akademisi, tradisi pernikahan, praktik lokal
agama-agama besar, tradisi ratapan, peran gender dalam patriarki yang
dipengaruhi agama, dan etnomusikologi. Buku ini mendorong pembaca untuk melihat
koneksi dan kesamaan antarbudaya, daripada hanya berfokus pada apa yang
memisahkan kita, dan menawarkan narasi kuat tentang bagaimana perempuan
menegaskan agensi dalam struktur keagamaan institusional sambil tetap setia
pada praktik budaya lokal.
Penulis: R.Dt.
Posting Komentar untuk "Ritual Soundings: Menyingkap Agensi Perempuan dalam Praktik Keagamaan Global"