Sulitnya Mengembangkan Tari Zapin di Jawa

        Damariotimes. Tari Zapin adalah salah satu bentuk seni tari yang hasil dari produk budaya akulturasi antara budaya Melayu dan budaya Arab. Dalam tarian ini sangat kaya tentang nilai-nilai etika moral dan religiusitasnya. Oleh karena itu, dimungkinkan tarian ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari warisan seni tradisional di berbagai daerah di Indonesia, khususnya juga di Jawa.

Tari Zapin yang dikembangkan di Universitas Negeri Malang (Foto ist.)

      Ternyata, dari beberapa penelusuran. Tari zapin di pulau Jawa tidak sesubur di lingkungan masyarakat melayu, seperti di Sumatra atau Kalimantan. Jika menyimak perkembangan tari Zapin di Pekanbaru, kepulauan Riau, Banjarmasin hingga Tarakan, Kalimantan. Pertumbuhan tari Zapin bak jamur di musim hujan. Sejumlah faktor telah memberikan kontribusi tentang sulitnya perkembangan tari Zapin di Jawa.  
        Jika diperhatikan, salah satu faktor utama adalah perbedaan latar belakang budaya, antara Jawa dan Melayu (masyarakat pesisiran). Daerah-daerah pesisiran di semenanjung Malaka, Sumatra, dan Kalimantan yang sangat kental budaya Islami. Sementara di Jawa hingga saat ini masih menjadi tempat yang subur bagi perkembangan seni tradisional seperti Wayang Kulit, Gamelan, dan berbagai seni yang memiliki latar belakagan animistik. 
      Disamping hal tersebut, gaya tari Zapin memiliki pola yang tidak familiar dengan pola gerak masyarakat pedalaman, gerakan tidak banyak berpindah tempat. Gerak tangan dan pola gerak yang berada ditempat menjadi sangat kuat. Sementara tari Zapin, mempunyai gaya tari dan formasi yang sangat mobile, gerak kaki dan perpindahan tempat bergerak sangat dinamis. Selain dari pada itu, ekspresi tari Jawa lebih bersifat internal (penghayatan ke dalam), sementara tari Zapin lebih bersifat mengekspor faktor eksternal (penghayatan ke luar). 
     Kantong-kantong masyarakat yang sangat dekat dengan ekspresi sosial masih sangat sulit mengakomodasi keberadaan tari Zapin, utamanya tari Zapin yang sudah dikembangkan. Hal ini tentunya disebabkan oleh apresiasi masyarakat yang masih merasa kesulitan untuk menangkap makna dalam tari Zapin. Oleh sebab itu, sekolah-sekolah dimungkinkan dapat berperan serta mencoba untuk mengapresiasikan tari Zapin dari aspek penampilan. Bahkan jika dimungkinkan dicoba untuk mengajarkan beberapa nomor tari Zapin yang telah dikembangkan. Sudah barang tentu, dibutuhkan Kerjasama. Di Universitas Negeri Malang, telah dilakukan pengembangan pola tampilan tari Zapin yang sangat mudah di pelajari. Hal ini tentu dapat mulai dicoba. 
 
 
 
Reporter : R. Hidajat 
Editor     : Muhammad Afaf Hasyimy

3 komentar untuk "Sulitnya Mengembangkan Tari Zapin di Jawa"

  1. Aura Shafa Pramadhita3 November 2025 pukul 13.54

    Artikel ini menjelaskan mengapa Tari Zapin (dari Melayu) sulit berkembang di Jawa. Penyebab utamanya adalah perbedaan budaya dan gerakan tari yang tidak biasa di sana. Mengajarkannya di sekolah dan kampus adalah ide yang baik untuk memperkenalkannya.

    BalasHapus
  2. Chellia Sofie Arsyiza24 November 2025 pukul 03.52

    Isinya yaitu tantangan besar dalam melestarikan tari Zapin di Jawa. Meskipun tari Zapin kaya akan nilai budaya, moral, dan religius, akar budayanya yang Melayu-Arab menjadi halangan karena perbedaan identitas budaya antara masyarakat Jawa dan Melayu. Gerak tari Zapin juga terasa asing bagi banyak orang Jawa karena pola kaki dan perpindahan ruangnya sangat dinamis, berbeda dengan ekspresi tari Jawa yang lebih “berdi dalam”. Penulis menyarankan agar upaya pengenalan melalui sekolah dan universitas dapat menjadi jalan agar Zapin bisa tumbuh di Jawa.

    BalasHapus
  3. wawwwww kuerennnnnnnn

    BalasHapus