Teknik Dasar Koreografi Etnik Malang

Damariotimes. Berbagai iven tampilan seni tari yang diangkat dari sumber tari etnik di Malang. Ternyata dapat diamati melalui berbagai penampilan, Penyajian tari pada dasarnya mengacu pada prinsif dasar yang meliputi 1) Sikap menari, 2) Keterlatihan penari, 3) Struktur sajian, 4) Rasa.

Tari Genjring karya Suci Narwati; mencari rasa etnik dari teknik penari siswa SMP (Foto ist.)

 Sikap menari

Sikap menari merupakan teknik dasar tari, yaitu pola yang mempu membentuk penari pada kondisi statis atau bergerak. Kondisi statis merupakan pola gerak menawali (angkatan/ motif gerak pembuka) dan gerak mengakhiri (gerak seleh/gerak akhir). Kemampu sikap ini yang secara umum akan teramai oleh penonton, sehingga kemantapan dan kepastian irama akhir yang menekan ‘bit’ nada akhir pada umumnya gong menjadi sangat penting.

Sikap menari dalam pengertian pembentukan posisi, yaitu pada saat penari berdiri tegak akankan menampakian tulang punggung berdiri tegak, tulang belikat (entong-entong datar), dada dibusungkan, perut dikempiskan dengan mengatur pernafasan secara konstan (ajeg).

Sikap menari yang mengacu pada gerak etnik Malang, terutama yang bersumber pada topeng adalah bagian badan depan selalu mengarah ke depan (frontal), sikap tegas dalam menanggapi jatuhnya bit nada (kempul/gong) atau keseiringan dengan bunyi pola kendang (artinya penari sangat menenal pola kendang hubungannya dengan pola gerak,meka ketika sikap angkatan./motif gerak pembuka selalu memberikan kode pada pengendang).

Saya melihat bahwa dari sekian varian bentuk tari Malang, khususnya yang bersumber dari tari Beskalan (tari ritual yang berlatarbelakang kesuburan), dan tari yang bersumber dari tari Wayang Topeng yang berorentasi pada tari kebangsawanan, yaitu mempunyai fungsi sebagai penjaga sikap keperwiraan, mengarah pada trasformasi nilai-nilai luhur yang diharapkan membentuk suatu pola hubungan sosial antar manusia.

Tari Bedayan atau ada yang menyebut sebagai tari Tandhak Wedhok, kedua istilah ini sebenarnya mengacu pada suatu sajian tari penghormatan, tapi bukan tari pembukaan (open ceremony). Kata bedayan lebih mengacu pada suatu pasugatan (pemberian penghormatan), atau pisungsum (pemberian atau tanda mata), atau pembaya (mempersilahkan). Bedayan bersumber dari kata “bedaya” artinya suatu komposisi tari putri yang berjumlah sembilan, tetapi kata “bedayan” mengacu pada tari putri yang dibawakan secara bersama-sama. Kata “bedaya” ini mempunyai pengertian yang mendalam, hal ini harus ditengok pada bentuk penyajian sandiwara Luduk, yaitu diawali dengan tari Remo (tari putra) yaitu simbul tuan rumah yang selalu disambut oleh laki-laki. Seorang tamu tentunya tidak cukup ditemui oleh tuan rumah, tetapi perlu disapa dengan senyum manis wanita, yaitu “istri”. Maka sambutan seorang “istri” sangat dibutuhkan untuk menjadikan suatu kunjungan menjadi lebih menyenangkan. Bedayaan diartikan sebagai sebuah komposisi tari wanita yang disajiakan dalam bentuk tari bersama, maka tarian ini tentunya tidak mengandalakan bentuk formasi yang bervariatif atau mencari faktor filosofis yang mensadari seperti tari “Beskalan”. Maka kekuatannya adalah pada pola-pola gerak yang bersifat frontal (menghadap kedepan). Sembah tentunya tidak diartikan sebagai suatu yang bermakna simbolis, tetapi benar-benar mempresentasikan sikap “hormat”.

Istilah “Tandak Wedhok” tentunya mengacu pada penari atau penari yang pada umumnya selalu dilakukan oleh “laki-laki” yang disebut “wedhokan”. Trasfestit ini mengacu pada sikap masyarakat yang mentabukan “wanita” menyanyi atau menari di depan umum. Maka kedua istulah ini sebenarnya tidak ada perbedaan yang mendasar, tetapi suatu yang umum diucapkan oleh masyarakat ketika menyaksikan penyajian wanita menyanyi dan atau menari di depan umum, baik pada sandiwara Ludruk atau Tayub.

 

  1. Keterlatihan Penari

Sebuah kegiatan kompetisi selalu mengandalakan penari-penari yang terlatih, tetapi keterlatihan penari tersebut selalu berorentasi pada ketentuan yang disyaratkan, dalam beberapa kompetisi seringkali dipersyaratkan keterlatihan penari pada pola tari etnik tertentu. Misalnya persyaratan kompetisi yang berorentasi pada teknik tari Malangan, sementara ini teknik tari Malangan ditumbuhkan dari Tari Beskalan, dan Tari yang bersumber dari Wayang Topeng. Kedua tarian tersebut sebenarnya memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi sangat tipis. Sehingga hampir-hampir menunjukan suatu rasa yang sama. Tetapi kedua tarian tersebut akan berbeda rasanya dengan tari Bedayan atau tari Tandhak Wedok.Karena pada umumnya para penari di Malang mempunyai dasar tari dari seni pertunjukan Wayang Topeng dan Beskalan, maka sedikit banyak rasa dua sumber tari tersebut mewarnai, sungguhpun tidak seluruhnya. Setidaknya pada beberapa motif gerak, seperti menggerakan sampur dan menempatkan posisi tangan.

Keterlatihan penari dengan pola teknik tari etnik adalah sebuah trasformasi, usaha untuk memindahkan suatu rasa dari sumber tari rujukan ke tari yang dibawakan atau disajikan. Usaha ini kadang tidak mampu dilakukan oleh guru tari karena keterbatasan pengetahuan, selah satunya adalah 1) pengetahuan tentang latar belakang  tari etnik, 2) pola dasar gerak pembentuk penari (pola dasar tari etnik Malangan berorentasi pada pusat, maka gerak ke depan, ke samping kiri dan kanan, dan perubahan gerak dengan cara berputar (jluat) ke arah belakang. Maka posisi badan yang tegak sangat menentukan kesetabilan gerak penari. Pola orentasi memusat ini dibutuhkan kondisi badang yang terlatih, yaitu 1) kekuatan, 2) kecekatan, dan 3) ketepatan dalam mengikuti atau diikuti oleh pola kendang.

Berkaitan dengan pola tari Bedayan atau tari Tandhak Wedhok lebih mengarah pada pola gerakan yang bersifat tegas, dan menunjukan suatu bentuk yang bersifat frontal. Formasinya tampak kuat jika menunjukan pada pola berjajar. Maka teknik yang tekankan adalah teknik bersama, atau gerak serempak.

 

  1. Struktur sajian (model penyajian)

Model penyajian meliputi pengetahuan komposisi (struktur tari), yaitu pemahaman terhadap bentuk-bentuk koreografi, baik tunggal, berpasangan (duet), atau bentuk-bentuk yang lebih kompleks. Di samping itu juga mampu mengeterapkan pola “komposisi kelompok” diantaranya adalah menyusunan formasi penari, yang umumnya disebut pola lantai. Tetapi pola lantai bukan “komposisi kelompok”. Karena pertimbangan dari komposisi kelompok tidak hanya mengatur posisi penari, tetapi berkait dengan prinsif bentuk seni. Bahkan dalam koroegrafi etnik, bahwa formasi memiliki latar filosofis, dan mengarah pada pemahaman-pemahaman yang mempu memberikan pengayaan kebijaksanaan (membuat komunitasnya menjadi arif). Tetapi pada bentuk formasi tari Bedyan atau tari Tandhak Wdehok lebih mengarah pada suatu pola frontal, yaitu menunjukan suatu fosisi penghormatan pada tamu, maka upaya untuk menunjukan suatu kekuatan kebersamaan sangat menonjol, seperti kalau kita menyaksikan jajaran para wanita sebagai “pagar ayu”.

 

  1. Rasa

Keunikan ini tidak ada cara yang lebih tepat kecuali “proses” yaitu mencari berbagai kemungkinan untuk mendapatkan suatu kesan yang membuat orang lain menjadi tertarik, baik yang difokuskan pada pola gerak, dinamika, atau pada perancangan tata busana. Keunikan ini adalah suatu hasil dari proses kreatif yang bersifat intensif, sehingga para guru tidak hanya disibukkan pada kegiatan “melatih”. Melatih merupakan tingkat dasar pembentukan  penari dan kegiatan trasformasi pola gerak. Tetapi kegiatan yang mengarah pada proses kreatif adalah menikmati dan sekaligus mencarai kemungkinan timbulnya “rasa” yang mampu memberikan kesan dan setuhan estetik. Maka pada tingkat ini adalah ditentukan oleh keluasan wawasan dan proses apresiasi yang mampu dilakukan oleh guru. Maka keunikan adalah dimiliki oleh kejelian pelatih dalam mencermati mulai dari bentuk-bentuk pola gerak, tata laku atau rangkaian gerak, formasi, hingga sentuhan emosional yang mampu digali dari kesadaran penari.

 

Demikian uraian singkat pengantar tentang Teknik Dasar Koreografi Etnik Malang. Pada kegiatan pelatihan tari Bedyan atau Tandhak Wedhok yang digali oleh Supardi Haryono (alm.) dari Madya Utama dari Jati Guwi memang butuh untuk dimasyarakatkan, hal ini berkaitan dengan upaya memperluas pemahaman para guru tari dalam mendalami bentuk-bentuk teknik tari Malang. Dengan demikian, pengertian “teknik tari Malang” menjadi lebih bervariasi.

 


Penulis             : R. Hidajat
Editor              : Harda Gumelar

Posting Komentar untuk "Teknik Dasar Koreografi Etnik Malang"