Tokoh Hanoman Indonesia dan Thailand

Damariotimes. Penelitian Dr. Robby Hidajat, M.Sn. dari Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang tahun 2020, yaitu fokus pada seni tontonan pariwisata Indonesia – Thailand. Dari bagian analisis penelitian tersebut di fokuskan pada tokoh Hanoman.

Tokoh Hanoman merupakan tampilan figur, baik secara visual dan atau yang memberikan inspirasi pada penyajian seni tontonan di Indonesia dan Thailand. Secara fisik memiliki wujud yang relatif memiliki kesamaan persepsi, yaitu wujud ‘kera’ yaitu binatang mamalia yang berekor panjang. Kera yang terbiasa di berbagai tempat di Indonesia atau di Thailand bisa dijumpai di lingkungan kuil Hindu. Peneliti telah mengamati mamalia berekor panjang itu juga terdapat di berbagai negara, mulai dari India, Indonesia, Thailand, Malaysia, dan negara-negara lain di Asia Tenggara.

Tokoh Hanoman dalam Lukisan (Foto Ist,)

Kaitan hal ini bisa diperhatikan dari adanya kera-kera di kuil Uluwatu Denpasar Bali dan di Batu Cavas Kuala Lumpur Malaysia. Hal ini memungkinkan, bahwa memang ada korelasional antara pemuja Dewa Siwa dan kera yang menghuni lingkungan spiritual dan atau tempat yang dipandang sakral.

Hal ini tentunya menjadi relasi estetik, bahwa figur binatang (kera) memiliki suatu citra estetik yang memberikan petunjukan suatu sifat-sifat yang dibangun pada kehadiran tokoh Hanoman. Bahkan secara visual dan spiritual, kera yang ditampilkan pada wujud simbolik tidak vulgar sebagaimana wujud binatang, namun distilasi pada wujud simbol warna, yaitu kera yang berbulu putih atau wanara seta. Warna putih memiliki relasi yang kuat secara universal yang menunjukan kesucian, oleh karena itu diberikan identitas sebagai sebutan Palwagaseta.

Prasit Pinkaew merupakan tokoh pemeran Hanoman di Thailand, bakatnya menari kera sangat luar biasa, sehingga dikenal luas sebagai pemain drama Khon. Tokoh Hanoman yang digambarkan menurut budaya Thailand, lebih tampak lebih menonjol karakter kera dan juga muka bertopeng dengan taring yang menonjol. Persepsi wujud raut wajah Hanoman Thailand dan Jawa memiliki kesaman sebagai imitasi kera. Sehingga pada menginterpertasikan tokoh Hanoman memiliki kecendrungan sama, khsusunya karakteristik dari tokoh Hanoman genre tari gaya Surakarta. Tampilan Hanoman di Sala Chalermkrung Royal Theatre di kota Bangkok Thailand menunjukan karakteristik kera yang lincah dan dinamis, bahkan tampak lucu dan jail (nakal).

Hanoman pada perwujudan yang telah distilasi melalui pemwujudan tampilan sebagai tokoh seni tontonan. Supaya menampakan objek untuk mendekati realitas, maka umumnya perwujudan tokoh Hanoman tampak dipertegas dengan menggunakan topeng. Topeng ini dari sisi simbolik tidak hanya bersifat teknis untuk membuat tokoh mencapai keserupaan sebagai objek estetik, namun bersifat simbolik.

M. Soleh Adi Pramono dalang wayang topeng dari Malang Jawa Timur memberikan penegasan, bahwa yang bersifat asasi, dasariah, dan esensial pada umumnya tidak selalu ditampakan sebagaimana apa adanya. Hal ini menjadi esensi tentang pengertian ‘topeng.’ Penonton tidak bisa melihat sejatinya siapa yang menari, namun yang menari bisa melihat sejatinya yang menonton.

Pada berbagai wujud tampilan di Jawa, tokoh Hanoman digambarkan memiliki gaya tampilan sebagai tokoh yang berkarakter gagah dengan gerak jenis kambeng. Tokoh ini tampil secara klasik, menggunakan atribut tradisional bercorak ornamentik Jawa.

Pencapaian pengalaman estetik dari pengembaraan rasa bersifat illahiah, transendental, dan murni; benar atau baik. Dengan demikian objek estetik bisa diperhatikan berdasarkan teori semiotika, atau interpretasi atas penghayatan. Tokoh Hanoman memiliki aspek simbolik yang mengacu pada perwujudan estetika tokoh pada kerangka paradigmatik dan sintagmatik. Sudah barang tentu akan terkait erat dengan konteks lakon Ramayana atau Ramakien. Setidaknya berkait dengan penggambaran profil ‘kera,’ binatang kedewataan seperti halnya sapi, merak, gajah, kuda, naga, dan atau binatang mitologi Hindu.

Analisis relasional estetika tokoh Hanoman di bangun atas relasional tekstual, yaitu (1) asal usul cerita sebab musabab Anjani, Ibu Hanoman menjadi kera, yang ditempatkan pada relasi aspek yang menempatkan teks di bagian kiri, berarti (keburukan atau sifat negatif),

Hanoman, nama yang menjadi sentral dari teks pembahasan di tempatkan di tengah yang berarti pusat perhatian (fokus wacana), dan merupakan teks yang menggambarkan bahwa fungsi positif tokoh Hanoman merupakan sebagai penuntun moralitas (kebaikan atau sifat positif), dan relasi vertikal yang merujuk pada berbagai aspek kekuatan (sakti) yang membuat Hanoman dengan latar belakang negatif dan bertujuan positif menjadi anugerah kekuatan menjadi tokoh yang super (hebat).

Hanoman merupakan tokoh yang diceritakan sebagai putra dari Dewa Guru (Siwa) atau Dewa Bayu (dewa angin) yang sehingga memiliki sifat awatara dari Dewa. Pada penampakan wujud postur merupakan kera yang selalu menggunakan media topeng, kejelekan/keburukan yang disembunyikan/ditutup. Sehingga keserupaan menjadi tujuan untuk menutupi keberadaan asli tokoh Hanoman sebagai manusia dengan latar belakang yang jelek.

Sifat manusia yang dipandang memiliki kelebihan (nilai positif) selalu dipersonifikasikan dengan kekuatan binatang, yang umumnya sebagai wujud magis simpatik. Keserupaan menjadi kekuatan. Sementara hakekat sebagai manusia merupakan perannya yang termotivasi untuk menjadi panutan (teladan) yang menjadi baik atau suci. Dengan demikian bisa dikenali melalui berbagai atribut-atribut yang dikenalkan, baik kalung, gelang, atau jarit (kain) penutup bagian paha. Jarit yang digunakan oleh Hanoman bercorak batik poleng. Bahkan juga memiliki atribut yang menunjukan putra Dewa Bayu (angin) merupakan kuku pancanaka.

Hasil penelitian menunjukan estetika tokoh Hanoman diwujud oleh imaji seniman. Mengadaptasi nilai-nilai lokal atas pemahaman terhadap faktor mentalitas spiritual Hindu. Pemaduan antara penghayatan spiritual masyarakat dan kepentingan membangun legitimasi para penguasa.  Pada kaitan ini tampak sekali dengan keberadaan Raja Rama II yang membangun Ramakien menjadi lakon yang memiliki kekuatan spiritual sesuai dengan ideologi negara. Bahkan citra tokoh Hanoman di Jawa selalu diidentikkan dengan manusia yang telah mencapai taraf kesucian dan memiliki usia yang panjang. Sehingga tokoh ini mampu bertahan dibenak masyarakat hingga pada tiga narasi besar klasik yang berkembang di Indonesia, yaitu Ramayana, Mahabarata, dan Panji.

 


Reporter          : Harda Gumelar
Editor              : Muhammad ‘Afaf Hasyimy

Posting Komentar untuk "Tokoh Hanoman Indonesia dan Thailand"