SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TARI JAWA (Bagian 1) Terjemahan dari Babad Lan Mekaring Joged Jawi karya BPA Surjadingingrat

Rama Sinta (Foto Abbiyu Ammar)

Pendahuluan
Seperti aneh atau tak ada gunanya jika diutarakan kembali, sebenarnya tak ada gunanya hal-hal yang telah diutarakan, karena tari Jawa (joged) itu adalah asli milik orang Jawa, telah jadi pusaka dan benda keremat yang ditinggalkan oleh para leluhur kita semua.


Hanya karena adanya perasangka atau anggapan yang menganggap bahwa semua kebudayaan Jawa berasal dari kebudayaan Hindu. Jadi semua yang ada di tanah Jawa dianggap sebagai tiruan, atau barang bekas (barang yang tidak dipakai dan diberikan pada orang lain).


Anggapan tersebut kebanyakan bersumber dari zaman kebudayaan Hindu dan pengetahuan-pengetahuan yang menyertainya. Kemudian membawa pengaruh yang besar sekali terhadap kepribadian orang Jawa. sungguhpun demikian semua itu dapat disanggah dengan kenyataan yang ada, yaitu bahwa orang Jawa itu mempunyai kesenian yang asli, salah satunya dalam bentuk tari (joged) seperti : tari Bedhaya, Srimpi, Wayang Wong, Beksan, Wireng. Di samping itu juga mempunyai banyak kekayaan lain seperti gamelan, seni lukis, seni ukir, dan lain sebagainya.


Kesenian Jawa memang relatif sedikit, tetapi setelah masuknya budaya Hindu jumlahnya menjadi bartambah. Tetapi semua itu bermula dari pengetahuan-pengetahuan yang kemudian diserap dan diselaraskan dengan rasa Jawa. kemudian berwujud menjadi kebudayaan Jawa, seperti halnya kesenian. Sebagai contoh kitab Arjunawiwaha karangan Empu Kanwa, seorang pujangga dari kerajaan Kahuripan, di tahun 1030. kitab Bharatayuda karangan Empu Sedah, seorang pujangga dari kerajaan Kediri di tahun 1157 (lihat:buku Hindoe – Javaanche Kust door Dr. N. J. Krom, Hoogleeraar te leiden. Bab I – hal: 66 – 69).


Buku atau kitab, atau surat Bharatayuda merupaan bagian dari kitab Mahabarata, yang membuktikan Bharatayuda yang dipergunakan sebagai lambang atau simbol adalah sifat baik dan buruk, para keluarga raja dan para ponggawa, bukti kedua raja dari Pandawa (Amarta) dan Kurawa (Nastina), sama menjalankan kewajiban sebagai raja yang tulus ikhlas budi pekertinya, dan kitab Mahabarata yang dipakai sebagai lambang atau simbol adalah dua raja atau sifat angkara murka.


Seperti sudah semestinya atau memang sudah menjadi kodrat, perkembangan kebudayan semua bangsa yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain, karena kebuayaan itu tidak memiliki sifat kebangsaan, tapi dunialah yang memiliki.


Ada lagi yang beranggapan keliru atau beranggapan sesat, menganggap bangsa Jawa menginginkan dan memasukan rasa kebudayaan Tari (kesenian) sesudah dalam masa kehidupannya, karena tidak bisa membuat karya baru, hanya memikirkan keagungan pada zaman yang telah lalu, dan tidak memperhatikan perkembangan zaman yang dialami (saat itu), kehilanganpan dangan pada masa yang akan datang. Pendapat yang dimiliki tersebut bisa disangkal dengan bukti: Sejarah semua bangsa sudah menunjukkan alam perkembangan hidup, haruslah mengetahui perjalanan atau keagungan dari masa yang telah berlalu (masa lampau), untuk atau sebagai dasar kesempurnaan hidup, demikian kebudayaan dan peninggalan leluhur kita semua jangan sampai diabaikan, tetapi haruslah diselaraskan dengan cara-cara baru yang sama dijalani pada masa mendatang ini (saat ini)


TARI
Ingkang kawastanan djoged inggih punika ebahing sedaya saranduning badhan kasarengan oengeling gangsa (Gemelan) katata pikantoek kalajan wiramaning gendhing (Lagu/musik) Djoemboehing pasemon kalajan pikadjenging djoged.Yang disebut tari (joged) yaitu gerakan seluruh anggota badan yang selaras dengan bunyi musik (gemelan), ditata menurut irama lagu musik (gendhing) yang sesuai dengan maksud dan tujuan tari.


Demikian wujudnya tari, pada kenyataannya berbeda-beda gerak bada tersebut, ada yang cepat memegas (ngeper), seperti: tari Bali dan tari Ballet di Prancis kalau dibandingkan dengan tari Jawa. cepat irama hingga lima kali lipat atau lebih, bukan berarti tari Jawa itu lembek atau lemah, tetapi tenang, begitu kenyataannya di dalam tari, tidak ada waktu untuk berhenti bergerak untuk badan. Tetapi terus bergerak mengikuti jalannya irama, yang tidak mudah diketahui oleh penglihatan, begitu juga cepatnya irama dari tari Bali atau Ballet tidak dapat disebut kasar, tetapi dinamis (sigrak) atau lincah, trampil menanggapi irama, mudah diketahi oleh pengelihatan dari segala gerak-gerak badannya.


Tari ada dalam satu-satunya bangsa atau negara, tidak semuanya sempurnya, tetapi sebenarnya masih juga terdapat kekurangan, seperti: Tari orang Papua (Irian Jaya bagian Timur). Walaupun tidak menarik, karena mengecewakan dalam segalanya (tidak seperti yang kita miliki), sengguhpun demikain aktifitas dari geraknya tidak menyimpang dari wirama dari suara instrumen musik pengiringnya, kenyataannya semua kebudayaan dasarnya bukanlah keinginan.


Para pembaca; Seperti tidak ada bedanya antara tariannya orang Papua dengan tariannya orang Jawa, kalau diukur semenjak tahun Jawa windhu pertama, untuk menyadari kekecewaan kita akan kesempurnaan tari tersebut, dapat diukur dari keberadaan gamelan, sebab gemelanlah yang selalau bersama-sama dengan tari, seperti perkembangan gamelan yang seiring dengan perkembangan tari, sempurnanya gemelan juga menunjukan sempurnanya tari, bukti tari itu erat sekali hubungannya dengan gemelan (musik) yaitu bisa dilihat dari dalam hati anak kecil yang barumuali bisa berjalan, anak tersebut kerap kali mau menari-nari kelai digameli (gamelan mulut) oleh ibunya atau pengasuhnya, kalau para ahli tari kebetulan melihat gambar sorot (film) melihat tari Srimpi tampak dilayar, mudah sekali mereka menjatuhkan air mata, karena sangat terharu sekali sifat budaya yang adiluhung dari gerak-gerak tari, laksana ikan emas (wadar bang) di dalam gelas.


Penerjemah
Robby Hidajat

Posting Komentar untuk "SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TARI JAWA (Bagian 1) Terjemahan dari Babad Lan Mekaring Joged Jawi karya BPA Surjadingingrat"