Perubahan Sosial Masyarakat Kampung Warna Warni Menuju Destinasi Wisata Urban Di Malang Sebelum Masa Pandemi Covid-19

Kondisi Kampung Warna Warni Sebelum Covid-19 (Foto: Ist)


DAMARIOTIMES -Memperhatikan kondisi Kampung Warna Warni sebelum masa pandemi Covid-19. Massyarakat di Kampung Warna Warni Jodipan membutuhkan perubahan sosial. Jika diperhatikan berdasarkan fenomena masyarakat urban di Kota Malang ini. Sudah barang tentu Kampung Warna Warni membutuhkan regulasi sosial yang ditumbuhkan melalui proses adaptasi, merencanakan, membangun tujuan, dan mengimplementasikan dalam kelembagaan sosial, serta mengkondisikan masyarakat sensitif terhadap estetika sosial.

Adaptasi yang dibutuhkan adalah kepekaan estetik, tujuannya menumbuhkan sikap estetik masyarakat, dan akan berdampak terbentuknya lembaga kesenian untuk melengkapi lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya, karena telah menjadi salah satu destinasi wisata urban di kota Malang.

            Konstruksi teoritik itu dapat diperhatikan pada tindakan sosial dari masyarakat yang mampu menyerap objek yang adaptif. Ada tujuan konstruktif untuk menumbuhkan identitas sosial, dan mampu menjalin konstruksi sosial yang komunikatif. Seperti dinyatakan Ahmad Affandi, salah satu penari  dari Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik (PSTM) JSD FS Universitas Negeri Malang. Atraksi ini dapat diserap masyarakat sebagai magnit bagi para wisatawan.


Adaptasi Estetik  

            Lembaga konvensional di Kampung Jodipan adalah RT (rukun tetangga) dan RW (rukun warga), PKK (Pembinaan Kesejahtraan Keluarga), dan kelompok Tahlil. Lembaga yang terkait secara struktural dengan pemerintah daerah adalah RT, RW, dan PKK. Sementara kelompok yang lain bersifat sosial kemasyarakatan.

Lembaga ini menjadi tidak mampu menangkap inovasi, oleh karenanya ketika RW mendapat tawaran program dari mahasiswa UMM (Universitas Muhammadiyah Malang) kemudian menunjuk koordinator renovasi, Ismail Marjuki. Peran Ismail Marjuki individu yang mengkondisikan untuk mengelola sumber daya yang mampu mendorong perubahan.

Hal ini menunjukan, bahwa pembagian kewenangan pada lembaga lembaga baru yang dikondisikan melalui sistem koodinator mampu menyerap inovasi, sungguhpun kedudukannya bersifat sementara. Kunci kinerja koordinator renovasi mampu melakukan produktivitas penyerapan bersifat kompleks untuk memberikan dukungan pada perubahan sosial masyarakat Kampung warna warni.

            Pelaksanaan renovasi visual yang diadaptasi dari kampung Kali Code di Yogyakarta (untuk Indonesia) dan Rio de Janeiro di Brazil (untuk luar negeri) membuat RW kampung Jodipan mampu menangkap visinya. Sehingga proses pelaksanaannya tidak ada kendala yang berarti, bahkan masuknya sponsor produksi cat Decofresh lancar. Bahkan pemancapan papan-papan reklame di berbagai sudut gang dan tempat strategis jadi pandangan yang tidak mengganggu warga kampung.

Hal ini menunjukan, adaptasi sikap estetik dilakukan melalui suatu sistem birokrasi organisatoris. Pemegang kebijakan, Ketua RW sebagai instrumen adaptatif yang menerjemahkan kebijakan pemerintah. Hal ini dalam kelengkapan budaya tradisi Jawa sebagai ‘tutwuri’ (mengikuti  kebijakan) pemukanya. Sistem sosial itu didasari oleh suatu persepsi nilai yang diwarisi secara genetika, sehingga sesuatu yang dipandang baik atau dibenarkan secara normatif diterima tanpa dipertanyakan dampak sosialnya.

 

Membangun Estetika Seni Wisata

Membangun sikap estetik masyarakat Kampung Jodipan diletakan sebagai tujuan, persepsi yang terbangun dalam benah masyarakat adalah rumah mereka dicat (menjadi bersih) dan gratis. Semula tentunya dampak sosialnya tidak pernah dibayangkan. Fenomena ini yang ditanggap oleh mahasiswa PSTM, ada celah kesenjangan sosial yang terjadi atau akan terjadi.

Tujuan akhir yang terrealisir dari citra kampung Jodipan adalah predikat ‘Kampung wisata Warna-Warni. Nama Jodipan yang dikenal sebagai kampung angker secepat kilat hilang dan tidak lagi dikenal oleh masyarakat yang datang. Istilah ‘warna warni’ telah merubah wajah Kampung Jodipan menjadi vitual. Bagaikan dalam dongeng-dongeng Eropa, sebuah desa mendadak menjadi kerajaan yang indah. Fenomena ini sudah barang tentu juga berdampak pada masyarakat, masuk dalam kondisi sosial virtual.

Perubahan ruang sosial masyarakat di Kampung Jodipan tidak serta mereta dapat merubah sikap sosial masyarakatnya. Masyarakat tidak dapat secara cepat mengubah kondisi sosial masa lalu. Kampung yang sepi, seram, angker dan masyarakat yang bersifat tertutup.

Performance arts yang ditampilan mahasiswa PSTM merancang teknik conek-dis-conek (bergerak bergantian, tujuannya untuk mengkondisikan hubungan emosional antara penari. Masyarakat diharapkan mampu melakukan adaptasi bentuk koreografi ‘improvisasi,’ bergerak secara bebas, saling merespon, dan berinteraksi dengan lingkungan.

Jika hal itu dapat dengan cepat diadaptasi, khususnya para remaja Kampung Jodipan akan berdampak pada sebagai penguatan sosial estetik. Mereka tidak lagi menjadi penonton orang yang datang, namun dikemudian hari masyarakat dapat menjadi daya tarik. Karena prilaku sosial estetik lebih memiliki jangka waktu yang relatif lama ketimbang gambar visual yang statis.

 

Membentuk Pusat Wisata

            Dalam membangun sebagai tujuan wisata, secara sosial, masyarakat di Kampung warna warni Jodipan membutuhkan motivasi dari civitas akademi, pada waktu yang lampau mahasiswa PSTM UM pernah mengembangkan akomodaif, tidak bersifat defensif, apalagi apatis.

Masyarakat Kampung Warna Warni dapat memainkan lingkungannya jadi pusat perhatian, dan menjadi daya tarik yang kuat bagi wisatawan.

Mencermati hal itu, tindakan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa PSTM UM menari 5 jam. Prototype kegiatan yang dilakukan  mahasiswa PSTM UM sebelum pandemi COVID-19 merupakan kesempatan untuk beradaptasi.

Mahasiswa PSTM UM pada atraksi respon kinetik itu adalah upaya  menumbuhkan respon komunikatif. Ini menjawab keresahan dan keraguan masyarakat untuk mampu memproduksi sajian wisata seni pertunjukan.

 Apakah keingintahuan masyarakat terhadap keunikan lingkungan warna warni berlangsung lama. Hal ini tentu berbalik pada kreativitas masyarakat, karena orang akan mudah jenuh jika tidak menemukan keunikan yang akan berulang.

Hadirnya mahasiswa PSTM UM adalah suatu contoh membangun sikap komunikatif, responsif, dan konstruksi artisik dalam bentuk seni pertunjukan.

Dapat dibayangkan, jika anak-anak yang berlari ke sana kemari itu mengenakan kostum-kostum unik, Spiderman, Batman, atau badut-badut kecil yang menari-nari di ujung-ujung gang. Di lapangan pinggir sungai digelar atraksi-atraksi yang menghibur, memainkan musik dan bernyanyi. Mahasiswa PSTM UM juga pernah mendiskusikan.

Bisa jadi, potensi musikal remaja di Kampung Jodipan malah pergi mengamen di perempatan jalan. Implementasi yang dikemudian hari dapat diterwujud terbentuknya sikap estetik yang bersifat responsif. Mereka menjadi sadar terhadap tampilan, masyarakat tidak hanya acuh tak acuh terhadap pendatang.

Mereka dimungkinkan dapat tampil menarik, aneh, dan menghibur. Setiap rumah mempunyai kesadaran sosial estetik. Mereka tidak lagi menikmati musik atau acara televisi di dalam kamar. Mereka dimungkinkan akan mengeluarkan untuk dibagi dengan pendatang (wisatawan).

 

 

 

Reporter          : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Editor              : Robby Hidajat

Posting Komentar untuk "Perubahan Sosial Masyarakat Kampung Warna Warni Menuju Destinasi Wisata Urban Di Malang Sebelum Masa Pandemi Covid-19"