Ilutrasi Tarian Cinta Sufistik (Karya: Denny Hendrifika) |
Jalaludin Rumi merupakan seorang filsuf dari
kalangan ulama yang lahir di abad ke 11. Seorang Guru besar yang banyak
mengajarkan ilmu hikmah, mengajak murid-muridnya berfikir dengan membaca alam,
peristiwa dan perilaku Tuhan dalam mengatur kehidupan.
Layla dan Majnun adalah sebuah cerita asmara karangan
sastrawan Persia asal Azerbaijan ternama Nezami Ganjavi. Cerita ini mengisahkan
seorang pemuda bernama Qais yang jatuh cinta kepada Layla yang bilamana cerita
tersebut dipahami secara harfiah akan mengisahkan tentang keteragisan
cinta, karena pada akhirnya cinta keduanya harus terhalang oleh ijin orangtua
Laila yang tengah berkonflik dengan orangtua Majnun. Sehingga cinta mereka tak
pernah tersatukan. Inspirasi ceritanya berasal dari mitos di kalangan bangsa
arab yang didasarkan pada kitab-kitab jalaludin Rumi terutama pada kitab tauqidnya.
Secara harfiah, disebutkan dua tokoh sentral dalam
cerita cinta tersebut, yaitu Laila dan Majnun. Nama tersebut multitasfir karena
jika diartikan begitu saja, secara bahasa, Laila adalah sebuah nama, seorang
perempuan yang kecantikannya meneduhkan seperti bulan Purnama. Sedangkan Majnun
dalam bahasa Arab berarti gila. Dapat diambil kesimpulan pertama, jika Majnun
sangat mencintai Laila, namun mereka tidak dapat bersatu karena tidak mendapat
restu orangtua Laila. Kondisi tersebut menjadikan Majnun menjadi gila.
Namun ada kisah lain yang secara implisit akan didapati
dari kisah Laila dan Majnun yang ternyata lebih dari sekedar cinta biasa.
Maknanya, bisa ditilik dari nama Laila itu sendiri yang bisa berarti "Laa Illahailallahu" yang
diambil konsonan depannya saja, "La-ila".
Sedangkan Majnun dapat diartikan sebagai kondisi gila. Pemahaman implisit ini
akan dubawa untuk memahami
kisah Laila Majnun secara maknawi.
Cinta yang tertinggi adalah ke-gila-an, dimana
seseorang tidak hanya tergila-gila pada seseorang atau sesuatu namun juga akan
berjuang dan berkorban segalanya untuk memperoleh cinta tersebut. Rumi
mendorong memahami kisah Laila dan Majnun tidak sebagai kisah biasa, namun
sebuah analogi yang begitu gamblang tentang bagaimana sebenarnya sejatinya cinta
itu.
Cinta adalah ketulusan. Cinta adalah fokus. Fokus
terhadap perjuangan untuk mendapatkan cinta tersebut. Mendapat balasan cinta
menjadi satu-satunya tujuan tanpa menyisakan keinginan yang lain selain dari
balasan cinta tersebut.
Jika seseorang jatuh cinta dalam taraf yang mendalam,
terperangkap dalam kebutaan cinta. Tenggelam
dikedalaman samudra cinta. Satu-satunya harapan adalah pertolongan dari yang
dicintainya.
Kegilaan yang terlahir dari cinta yang membabi buta
tersebut, memperangkap detik demi detik
kehidupan Majnun yang hanya berfokus pada yang dipujanya. Melakukan apa
saja hanya untukNya adalah sebuah kenikmatan. Alih-alih menuntut balas dari
cintanya.
Tidak kuasa untuk berpisah dariNya barang sekejap
mata, selalu ingin disampingnya, selalu ingin bermesraan berdua saja bersama
kekasihnya. Tiada lagi kepedulian terhadap kondisi dimanapun Majnun berada,
asal tetap dapat memandang wajah Kekasihnya. Tiada lagi yang penting selain
itu.
Majnun menyadari cintanya menimbulkan derita di dunia
ini, dan ia ingin segera bersatu dengan yang dicintainya. Tapi ia tetap memilih
patuh hingga Sang Kekasih memanggilnya. Di alam keabadian, ia ingin bersemayam
dalam rengkuhan kasih sayangNya.
Laila dan Majnun, secara maknawi menceritakan tentang
bagaimana seharusnya manusia mencintai Tuhannya.
Posting Komentar untuk "Belajar Memaknai Kesejatian Cinta Dari Laila Dan Majnun"