Menenun Masa Depan di Atas Puing Sejarah: Transformasi Stadion Gajayana Menjadi Episentrum Peradaban GLAM

 

Buku Seabad Stadion Gajayana Malang dengan 40 penulis (Foto ist.)


Damariotimes. Gagasan untuk mentransformasi Stadion Gajayana menjadi pusat GLAM (Gallery, Library, Archive, and Museum) merupakan sebuah terobosan visioner yang melampaui fungsi tradisional sebuah arena olahraga. Dalam narasi pembangunan Kota Malang masa depan, Stadion Gajayana tidak lagi dipandang sekadar sebagai tumpukan beton saksi bisu pertandingan sepak bola, melainkan sebagai sebuah "perpustakaan hidup" yang menyimpan memori kolektif warga. Dengan mengintegrasikan galeri seni, perpustakaan modern, arsip sejarah yang tertata, serta museum olahraga yang interaktif, stadion ini akan menjadi jangkar intelektual yang menghubungkan generasi masa lalu dengan para milenial dan Gen-Z di Kota Malang.

Kontribusi positif dari konsep GLAM ini terletak pada kemampuannya untuk melakukan preservasi identitas kota secara sistematis. Selama ini, banyak sejarah kebesaran Malang—mulai dari kejayaan Kerajaan Kanjuruhan hingga heroisme revolusi—hanya tersebar dalam ingatan lisan atau catatan yang terfragmen. Dengan menjadikan Stadion Gajayana sebagai pusat GLAM, pemerintah kota dan masyarakat memiliki wadah sentral untuk mengkurasi narasi "Mbois" tersebut. Ini bukan hanya soal menyimpan benda kuno, tetapi tentang membangun ruang literasi di mana warga bisa mempelajari strategi olahraga, sejarah urban, hingga perkembangan musik rock yang melegenda di stadion ini melalui akses arsip yang terbuka bagi publik.

Secara ekonomi dan sosial, revitalisasi ini akan memicu lahirnya ekosistem ekonomi kreatif yang berbasis pada pengetahuan dan pariwisata sejarah. Stadion Gajayana yang selama ini hanya ramai pada hari pertandingan, akan berubah menjadi destinasi harian bagi pelajar, peneliti, dan wisatawan. Keberadaan museum sepak bola dan galeri seni di dalam kompleks stadion akan menarik minat mancanegara, mengingat statusnya sebagai salah satu stadion tertua di Indonesia. Hal ini sejalan dengan spirit "Ngelmu Urip" yang dibahas dalam buku tersebut; bahwa stadion adalah ruang belajar tentang kehidupan, keberagaman, dan bagaimana sebuah kota merawat jiwanya melalui dokumentasi yang apik.

Akhirnya, mewujudkan pusat GLAM di Stadion Gajayana adalah bentuk penghormatan tertinggi terhadap sejarah panjang Malang. Ini adalah langkah konkret pembangunan kota yang tidak hanya mengejar kemajuan fisik, tetapi juga membangun kemandirian intelektual. Dengan menjadikan stadion sebagai pusat edukasi dan memori, Malang meneguhkan posisinya sebagai kota pendidikan yang menghargai akarnya, sekaligus memastikan bahwa api semangat Arek Malang tidak akan pernah padam karena selalu dirawat dalam sebuah wadah peradaban yang modern dan inklusif.

 

Penulis: R.Dt.

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar untuk "Menenun Masa Depan di Atas Puing Sejarah: Transformasi Stadion Gajayana Menjadi Episentrum Peradaban GLAM"