![]() |
| karya tari sebagai hasil riset (Foto ist.) |
Damariotimes.
Selama ini, kita sering membayangkan seorang seniman, termasuk koreografer
tari, sebagai sosok yang bekerja dalam "alam mistik." Proses
penciptaan sering dianggap sebagai momen datangnya ilham atau intuisi murni
yang tak perlu dijelaskan secara logis. Seni adalah rasa, bukan logika,
begitu anggapan umum.
Namun,
di era modern, batas antara "karya seni" dan "riset"
semakin kabur. Banyak seniman, terutama di lingkungan akademis, berjuang agar
karya cipta mereka, seperti sebuah koreografi tari, diakui bukan hanya sebagai
produk estetika, tetapi juga sebagai bentuk penelitian yang sah.
Lalu,
bagaimana caranya kita membawa proses kreatif yang "di dalam kepala"
menjadi sesuatu yang logis dan bisa dipertanggungjawabkan? Jawabannya
ada pada metodologi.
Tiga
Kunci Rahasia Agar Seni Diakui sebagai Riset
Menurut
ahli terkemuka di bidang penelitian berbasis seni, Graeme Sullivan, ada
tiga syarat utama yang harus dipenuhi agar sebuah praktik seni—termasuk
koreografi—dapat diakui sebagai sebuah proses riset yang valid. Ini adalah
tantangan bagi setiap seniman yang ingin karyanya dihargai secara ilmiah.
1.
Syarat Pertama: Harus Bisa Dicek (Reviewable)
Penciptaan tari seringkali bersifat
spontan dan cepat. Namun, jika Anda ingin karya itu menjadi riset, prosesnya
harus bisa dilacak.
- Apa artinya?
Koreografer wajib mendokumentasikan setiap langkah, keputusan, dan
eksperimen yang dilakukan.
- Contoh Penerapan:
Tidak cukup hanya menunjukkan pertunjukan akhirnya. Anda harus menunjukkan
catatan harian (logbook), rekaman video sesi latihan yang gagal,
sketsa gerakan, atau diagram yang menjelaskan alur eksplorasi gerak Anda.
Tujuannya agar orang lain (para penilai, kritikus, atau peneliti lain)
bisa melihat dan menganalisis bagaimana Anda sampai pada hasil
akhir tersebut.
2.
Syarat Kedua: Harus Bisa Diperdebatkan (Arguable)
Sebuah
tarian yang bagus selalu memicu interpretasi. Namun, riset menuntut lebih dari
sekadar interpretasi; ia butuh argumen yang jelas dari sang kreator.
- Apa artinya?
Hasil koreografi Anda harus punya tesis atau argumen spesifik yang dapat
Anda jelaskan dan pertahankan melalui bahasa tulisan.
- Contoh Penerapan:
Koreografi Anda mungkin mengeksplorasi tema "Keterasingan Manusia di
Tengah Kota Digital." Anda harus mampu menjelaskannya dalam sebuah
laporan tertulis, misalnya: "Melalui penggunaan gerak berulang dan
pola formasi yang memecah, koreografi ini berargumen bahwa teknologi tidak
menyatukan, melainkan memperkuat isolasi individu." Anda harus bisa mempertahankan
argumen tersebut di hadapan penguji atau pembaca.
3.
Syarat Ketiga: Harus Bisa Ditiru/Diterapkan (Transferable)
Riset
yang baik tidak hanya berakhir pada satu kasus saja, melainkan memberikan
kontribusi yang bisa digunakan oleh orang lain.
- Apa artinya?
Metode atau cara kerja (alat, teknik, atau pendekatan) yang Anda temukan
saat membuat koreografi harus bisa digunakan atau diterapkan oleh
koreografer lain untuk mengembangkan ide mereka sendiri.
- Contoh Penerapan:
Jika Anda menciptakan sebuah sistem baru untuk menghasilkan gerak dari
data cuaca (misalnya), sistem itu harus dijelaskan secara eksplisit.
Koreografer lain harus bisa membaca metodologi Anda, mengadopsi cara kerja
tersebut, dan mengaplikasikannya untuk menciptakan karya yang berbeda,
misalnya dari data pasar saham. Hal ini memastikan bahwa karya Anda memberikan
kontribusi pengetahuan yang lebih luas.
Metodologi:
Jembatan dari Mistik Menuju Eksplisit
Tiga
syarat ini mengubah cara pandang kita terhadap seni. Seni tidak berhenti pada
keindahan visual; ia melangkah menjadi sebuah disiplin ilmu yang ketat.
- Tanpa metodologi yang jelas dan terbuka, proses
penciptaan akan tetap berada di ranah "mistik"—sesuatu
yang personal, tertutup, dan hanya dipahami oleh kreatornya.
- Dengan menerapkan dokumentasi, argumentasi, dan
kemampuan transfer (tiga syarat di atas), kita telah mengubah proses yang
kabur menjadi proses yang "eksplisit"—logis, terbuka, dan
bisa diakses oleh komunitas ilmiah maupun umum.
Inilah
mengapa memiliki metodologi yang terstruktur bukan lagi pilihan, melainkan kewajiban
bagi seniman modern yang ingin karyanya diakui sejajar dengan penelitian ilmiah
lainnya. Karya tari kini bukan hanya dinilai dari seberapa indah gerakannya,
tapi juga dari seberapa cerdas dan terbukanya proses di baliknya.
Penulis: R.Dt.

Posting Komentar untuk "Dari Panggung ke Perpustakaan: Mengapa Tari (Koreografi) Kini Wajib Punya Metodologi Jelas!"