![]() |
topeng Malang di Museum Keraton Mangkunegaran (Foto ist.) |
Damariotimes. Topeng Ragel Kuning, sebuah mahakarya dari seniman legendaris Reni, bukan
sekadar benda seni. Topeng Ragel Kuning adalah saksi bisu dari sebuah era
penting dalam sejarah seni tradisi topeng di Malang Jawa Timur. Sejarawan seni
Onghokham menyebutnya sebagai karya terakhir Reni yang tidak diserahkan kepada
penguasa atau kolektor. Hal ini mencerminkan kecenderungan para seniman tradisi
di awal abad ke-20 untuk menyimpan karya terbaik mereka, sebuah sikap yang
menunjukkan keengganan mereka membiarkan karya seni otentik jatuh sepenuhnya ke
tangan pihak lain.
Pada masa itu, awal abad ke-20,
pemerintah kolonial Hindia Belanda bersama keraton-keraton Jawa, Madura, dan
Bali, serta para adipati lokal, menginisiasi proyek besar bernama Java
Institute. Proyek ini bertujuan untuk menetapkan "standar seni"
atau standar art dari setiap wilayah, sebagai simbol kemajuan dan
keluhuran budaya. Alhasil, banyak karya terbaik para seniman tradisi harus
dikumpulkan dan diserahkan. Sebanyak 28 topeng karya Reni dan para muridnya
yang dikoleksi oleh Bupati Surya diserahkan ke Museum Sonobudoyo di
Yogyakarta. Sementara itu, topeng-topeng lainnya dibeli sebagai koleksi di Istana
Mangkunegaran pada era Mangkunegoro VII, seorang raja yang terkenal sebagai
kolektor benda-benda seni.
Keprihatinan dan Inisiatif
Melestarikan Warisan di Malang
Ironisnya, di Malang, topeng-topeng
karya Reni yang dibuat pada masa rekonstruksi budaya era Java Institute banyak
yang hilang. Topeng-topeng berharga itu dijual, hilang, atau rusak karena
minimnya perawatan. Situasi ini memicu keprihatinan mendalam bagi para pecinta
seni, termasuk saya sendiri. Kondisi ini membuat saya berinisiatif untuk
mencari data topeng karya Reni dan muridnya yang masih tersisa di Malang sejak
awal tahun 2000-an.
Langkah saya tidak berhenti di situ.
Saya memulai upaya pelestarian dengan menduplikasi topeng-topeng tersebut.
Proses ini dilakukan oleh para pengrajin topeng Malang dengan mencontoh topeng
Malang standar karya Reni. Namun, mencari seniman dengan kemampuan teknis ukir
dan sungging (pewarnaan) yang mumpuni bukanlah hal mudah. Saya harus
melakukan seleksi ketat.
Menemukan Pewaris Teknik Lewat
Sayembara
Untuk menemukan seniman yang tepat,
saya mengadakan sayembara membuat topeng Ragil Kuning. Dari sayembara
ini, saya berhasil menemukan empat seniman yang dianggap memiliki kemampuan
teknis yang luar biasa, dua di daerah Jabung dan dua di Pakisaji. Mereka adalah
pengukir senior yang kini telah berpulang, yaitu almarhum Suparjo dan almarhum
Sugiat. Keempat seniman ini berhasil menguasai teknik ukir dan sungging
yang saya harapkan, memastikan bahwa warisan seni Reni dapat terus hidup
melalui replika yang dibuat dengan penuh ketelitian.
Usaha ini menjadi bukti bahwa
semangat melestarikan seni tradisi tidak hanya berpegang pada benda aslinya
yang telah langka, tetapi juga pada upaya kolektif untuk mereplikasi dan
menanamkan kembali nilai-nilai artistik yang adiluhung kepada generasi
berikutnya. Kisah Ragel Kuning adalah pengingat bahwa seni tradisi dapat
bertahan dari arus waktu jika ada inisiatif, kepedulian, dan kolaborasi dari
para pewaris budayanya.
Penulis: Yudit Pradananto (kolektor
Topeng Malang)
Artikel ini memberikan wawasan menarik tentang bagaimana seni topeng Ragel Kuning tetap dilestarikan di Malang. Kisah tentang tradisi yang terus berkembang ini menunjukkan pentingnya menjaga budaya lokal agar tetap relevan di era modern.
BalasHapusartikel ini memberikan pengetahuan baru mengenai kisah maupun asal usul dari topeng ragel kuning. serta, pengrajin topeng ini tidak berhenti berusaha untuk melestarikan
BalasHapusSeni yang muncul dipermukaan harus tetap dijaga eksistensinya sebagai seorang pemuda harus turut serta mengembangkan dan tetap melestarikan budaya" yang telah ada. Salam Budaya......
BalasHapus