![]() |
budaya Mataraman yang tumbuh dan berkembang di Jawa Timur (Foto ist.) |
Damariotimes. Jawa Timur, sebuah
provinsi yang hidup di Indonesia, adalah perpaduan subkultur yang kaya,
masing-masing dengan identitasnya yang berbeda dan, mungkin yang paling jelas,
seni pertunjukannya yang unik. Subkultur-subkultur ini—Mataraman, Arek,
Madura, Pendalungan, dan Osing—merepresentasikan tapestri tradisi,
kepercayaan, dan ekspresi artistik yang kaya. Meskipun semuanya berakar pada
warisan Jawa, lokasi geografis, pengaruh sejarah, dan karakteristik sosial
mereka telah membentuk praktik artistik mereka menjadi bentuk-bentuk yang
menawan dan beragam. Menjelajahi seni pertunjukan dari setiap subkultur
menawarkan pandangan yang menarik ke dalam jiwa Jawa Timur.
Mataraman: Keanggunan Seni Pertunjukan
Klasik Jawa yang Halus
Subkultur Mataraman, yang
sebagian besar ditemukan di bagian barat dan selatan Jawa Timur, termasuk
daerah seperti Madiun, Kediri, Blitar, dan Tulungagung, sangat dipengaruhi oleh
Kerajaan Mataram di masa lalu. Pengaruh ini terlihat jelas dalam seni
pertunjukan mereka, yang sering menekankan kehalusan, kelembutan, dan kepatuhan
pada estetika klasik Jawa.
Salah satu seni pertunjukan
Mataraman yang paling ikonik adalah Wayang Kulit (teater boneka
bayangan). Meskipun populer di seluruh Jawa, gaya Wayang Kulit Mataraman
dicirikan oleh desain bonekanya yang rumit, vokal yang sangat bergaya dari
seorang dalang (pemain wayang), dan iringan gamelan yang bernuansa.
Narasi sering kali diambil dari epos Hindu Ramayana dan Mahabharata, menyampaikan
pesan moral dan filosofis. Temponya bisa lebih lambat, memungkinkan kontemplasi
yang lebih dalam tentang karakter dan dilema mereka, dan humornya, meskipun
ada, cenderung lebih halus.
Bentuk seni Mataraman penting
lainnya adalah musik Gamelan itu sendiri. Orkestra gamelan di daerah
Mataraman sering menampilkan suara yang lebih tenang dan kontemplatif, dengan
fokus pada kehalusan melodi dan interaksi ritmis yang rumit. Gaya musik ini
mendasari banyak pertunjukan mereka, menciptakan suasana keanggunan dan
kemegahan.
Reog Ponorogo, yang berasal dari Ponorogo, adalah pertunjukan yang kuat
dan menarik secara visual, meskipun juga memiliki hubungan yang kuat dengan
lingkup Mataraman. Ini menggabungkan tarian, mistisisme, dan seni bela diri,
dengan dadak merak (topeng merak dan harimau) yang ikonik sebagai
pusatnya. Meskipun energik, struktur dasar dan gerakan tarian tertentu masih
mempertahankan tingkat kehalusan klasik Jawa, membedakannya dari gaya yang
lebih riuh yang ditemukan di tempat lain. Narasi sering berkisar pada
kisah-kisah mitos dan cerita rakyat lokal, menampilkan kekuatan dan semangat
kebersamaan.
Arek: Pertunjukan Penuh Semangat dan
Ekspresif dari Perkotaan Utara
Subkultur Arek, yang sebagian
besar mendiami daerah pesisir utara dan pusat kota seperti Surabaya, Malang,
dan Pasuruan, dikenal karena karakternya yang lebih terbuka, langsung, dan
dinamis. Kegesitan ini sepenuhnya tercermin dalam seni pertunjukan mereka, yang
cenderung lebih ekspresif, energik, dan sering kali menggabungkan banyak humor
dan spontanitas.
Ludruk bisa dibilang merupakan seni pertunjukan Arek yang paling
khas. Ini adalah bentuk teater rakyat yang menggabungkan komedi, drama, musik,
dan tarian. Pertunjukan Ludruk sering menggambarkan skenario kehidupan
sehari-hari, kritik sosial, dan narasi sejarah, disampaikan dengan cara yang
lugas dan seringkali lucu, menggunakan dialek Arek yang khas. Sifat improvisasi
Ludruk, keterlibatannya yang langsung dengan penonton, dan penggambaran
perjuangan rakyat jelata membuatnya sangat mudah diterima dan populer di
kalangan masyarakat Arek. Musiknya, biasanya ansambel instrumen gamelan dengan
tambahan perkusi dan kadang-kadang instrumen Barat, lebih ceria dan hidup.
Tari Remo, tarian pria yang dinamis dan kuat, juga berasal dari
daerah Arek, khususnya Surabaya. Awalnya ditampilkan sebagai tarian pembuka
untuk Ludruk, Tari Remo telah berkembang menjadi seni pertunjukan yang mandiri.
Ini menampilkan gerakan kaki yang kuat, gerak kaki yang rumit, dan gerak tangan
yang ekspresif, seringkali menggambarkan kesiapan seorang prajurit untuk
berperang. Musik pengiringnya kuat dan perkusi, melengkapi energi penari.
Madura: Seni yang Berani dan Tangguh
dari Pulau
Dipisahkan oleh selat sempit,
subkultur Madura, yang meliputi Pulau Madura dan beberapa daerah pesisir
Jawa Timur, memiliki identitas yang berbeda yang dibentuk oleh warisan
maritimnya, pengaruh Islam yang kuat, dan reputasi ketahanan serta semangat
yang membara. Seni pertunjukan mereka mencerminkan karakter unik ini, yang
seringkali berani, berirama, dan berakar kuat dalam tradisi mereka.
Karapan Sapi adalah tontonan Madura yang paling terkenal, dan meskipun
bukan "seni pertunjukan" dalam arti teatrikal, ini tidak diragukan
lagi merupakan pertunjukan budaya yang sangat ritualistik dan menarik secara
visual. Ini melibatkan persiapan yang rumit, musik upacara (seringkali ansambel
saronen), dan balapan yang sangat kompetitif itu sendiri, menampilkan
kekuatan banteng dan keterampilan joki. Dekorasi yang semarak, musik pengiring,
dan kerumunan yang bersemangat menciptakan suasana yang menggairahkan.
Dalam hal seni pertunjukan yang
lebih konvensional, Topeng Dhalang (drama tari topeng) dari Madura patut
diperhatikan. Tidak seperti beberapa tarian topeng Jawa, Madurese Topeng
Dhalang bisa sangat kuat dan langsung dalam gerakannya, sering menampilkan
narasi dari Ramayana atau legenda lokal. Topeng-topengnya sendiri seringkali
lebih bergaya dan mengekspresikan emosi yang kuat.
Saronen, ansambel musik tradisional Madura yang didominasi oleh
suara kuat oboe saronen, merupakan bagian integral dari banyak
pertunjukan Madura, termasuk Karapan Sapi dan berbagai tarian ritualistik.
Suaranya yang khas, menusuk, dan ritme yang energik langsung membangkitkan
semangat Madura.
Osing: Warisan Unik dari Masyarakat
Asli Banyuwangi
Subkultur Osing adalah
masyarakat asli Banyuwangi yang mempertahankan identitas budaya yang kuat,
dengan akar yang dalam pada Kerajaan Blambangan yang merupakan kerajaan
Hindu-Buddha terakhir di Jawa. Lokasi Banyuwangi yang strategis sebagai gerbang
ke Bali juga telah memperkaya budaya Osing dengan nuansa tersendiri. Seni
pertunjukan Osing mencerminkan ketahanan, spiritualitas, dan kedekatan mereka
dengan alam.
Salah satu seni pertunjukan Osing
yang paling terkenal adalah Gandrung Banyuwangi. Meskipun dibahas juga
dalam konteks Pendalungan karena perpaduan budaya di Banyuwangi, Gandrung pada
dasarnya adalah ekspresi budaya Osing yang otentik. Tarian ini sensual dan
memikat, dilakukan oleh penari wanita (penari gandrung) yang
berinteraksi dengan penonton pria. Gandrung menampilkan keanggunan yang unik,
dengan gerakan yang lembut namun ekspresif, diiringi musik yang didominasi oleh
kendang, gong, biola, dan kethuk. Lirik lagunya sering berbahasa Osing
dan bercerita tentang cinta, keindahan alam, serta pesan moral.
Selain Gandrung, Barong Using
juga merupakan seni pertunjukan penting yang menunjukkan perpaduan budaya lokal
dengan pengaruh Hindu-Bali. Berbeda dengan barong Bali yang lebih dominan naga,
Barong Osing seringkali memiliki bentuk seperti singa atau macan dengan hiasan
yang khas. Pertunjukan ini sering dilakukan dalam upacara adat dan ritual
tertentu, diyakini memiliki kekuatan penolak bala dan pelindung desa.
Gerakannya energik dan ritmis, diiringi oleh gamelan khas Osing.
Janger adalah bentuk teater rakyat Osing yang lain, menggabungkan
tari, musik, dan drama. Janger sering menampilkan cerita-cerita rakyat lokal
atau legenda, disajikan dengan humor dan interaksi yang hidup antara pemain dan
penonton. Kostumnya berwarna-warni dan musiknya semarak, menciptakan suasana
yang meriah.
Pendalungan: Perpaduan Budaya di
Koridor Timur Jawa Timur
Subkultur Pendalungan,
terutama ditemukan di bagian timur Jawa Timur, termasuk daerah seperti Jember
dan Bondowoso, adalah perpaduan menarik antara budaya Jawa (khususnya pengaruh
Arek dan Mataraman), Madura, dan bahkan Bali dan Osing. Perpaduan budaya ini
telah melahirkan seni pertunjukan unik yang mencerminkan hibriditas yang kaya
ini. Istilah "Pendalungan" sendiri mengacu pada "tempat
pertemuan" atau "campuran."
Karena pengaruh kuat dari Osing,
beberapa bentuk seni pertunjukan Pendalungan memiliki kemiripan dengan seni
Osing, namun dengan adaptasi dan penekanan yang berbeda tergantung pada
wilayahnya. Misalnya, di Jember, Anda mungkin menemukan tarian atau musik yang
menunjukkan perpaduan antara gaya Jawa Tengah, Arek, dan Madura.
Seni pertunjukan Pendalungan secara
umum menunjukkan fleksibilitas dan keterbukaan terhadap inovasi. Mereka
seringkali mencerminkan kehidupan masyarakat yang dinamis di daerah perbatasan budaya,
menciptakan bentuk-bentuk ekspresi baru yang menarik dan unik.
Dalam kesimpulan, seni pertunjukan
Jawa Timur adalah bukti nyata keanekaragaman budaya yang kaya di wilayah
tersebut. Dari ekspresi klasik yang halus dari Mataraman hingga pertunjukan
Arek yang bersemangat dan lugas, seni Madura yang berani dan berirama, warisan
otentik Osing, dan perpaduan budaya Pendalungan yang menawan, setiap subkultur
menyumbangkan benang unik pada tapestri seni Indonesia yang rumit dan indah.
Pertunjukan-pertunjukan ini bukan hanya hiburan; mereka adalah wadah sejarah,
sistem kepercayaan, dan semangat abadi masyarakat Jawa Timur.
Tim Damariotimes.
Posting Komentar untuk "Panggung Budaya Jawa Timur: Mataraman, Arek, Madura, Pendalungan, dan Osing"