Diorama-Drama Media Apresiasi Bagi Pelajar Kota Malang

        Damariotimes. Malang, November 2023. (red.) Perhelatan Festival Singhasari yang diselenggarakan Oleh DINAS Kota Malang pada tanggal 22 November 2023. Perhelatan apresiatif yang bernilai kesejarahan tersebut menghadirkan ‘Diorama-Drama’ yang diulas oleh Sindu: aktor teater Malang yang terlibat sebagai tokoh Ken Angrok. Di stage 4. Ken Angrok menjadi raja Tumapĕl dengan gelar Śrī Rangga Rajasa Amurwabhūmi didampingi 2 dayang, Sang Prāṇarāja (seorang penasihat).

 Pelajar yang datang mengapresiasi Festival Singhasari dan menyaksikan Diorama-Drama (foto ist.)

        Diorama, dalam perspektif seni rupa bukanlah hal baru. Diorama drama, bisa menjadi suatu gagasan baru khususnya di Malang bila dibandingkan dengan fakta perhelatan seni (secara konseptual) sependek yang penulis ketahui. Gagasan baru tentu dalam ruang eksibisi rupa maupun pertunjukan. Mungkin, di luar Malang (kota-kota lainnya bahkan di negeri lain) sudah pernah terjadi, mungkin juga sering.
        Diaorama drama merupakan dua disiplin seni yang dikolaborasikan yaitu seni visual dalam konsep diorama itu sendiri dan seni drama. Masing-masing dari kedua disiplin tersebut secara konvensi pun memiliki etis-konseptual jika disajikan secara mandiri (berdiri sendiri sebagai diorama dan drama). Oleh karena itu, konstruksi kolaboratif antara diorama dan drama dapat dibaca dan diapresiasi sebagai suatu tawaran konseptual dalam suatu karya seni.
        Membaca dari perspektif konsep baik etis maupun estetis dalam konteks kekaryaan, diorama sebagai konsep dan drama sebagai pendekatan. Namun demikian, terminologi "drama" juga tertulis dalam redaksi konseptual menjadi "diorama drama". Maka antara keduanya tidak menduduki posisi sebagai suatu hirarkis dalam suatu urutan, misalnya nomer 1 adalah diorama dan nomer 2 adalah drama. Namun, antara diorama dan drama sama-sama memiliki peranan penting sehingga menjadi satu keutuhan konsep.
        Menjadi satu keutuhan konsep, dimaksudkan, agar para apresiator dalam hal ini adalah pengunjung tidak hanya terstimulus untuk membaca serta menikmati secara terpisah terhadap kehadiran diorama dan drama itu sendiri. Kata lain, diorama tidak bisa diapresiasi secara utuh tanpa merelasikan dengan drama. Begitu juga sebaliknya.
        Tajuk acara adalah Festival Singhasari. Maka dapat dipastikan bahwa tema yang diusung berangkat dari peristiwa sejarah. Oleh karenanya, sungguh utama bagi kehadiran diorama tidak hanya visual sebagai latar belakang dekoratif tapi mampu hadir sebagai identitas dari peristiwa narasi historis. Lebih jauh, jika konstruksi unsur-unsur visual kurang mencerminkan karakter peradaban di abad itu, akan mengaburkan persepsi imajinatif bagi para pengunjung.  
        Menghadirkan pelajar merupakan kesengajaan visi edukatif dengan harapan dapat menjadi pintu pengetahuan dan pemahaman tentang sejarah khususnya, Singhasari. Namun penting untuk disadari adalah keotentikan pelajar usia Sekolah Dasar (SD) yang kemungkinan besar lebih tertarik untuk memberikan perhatiannya pada yang tervisualisasikan. Selanjutnya, mereka (pelajar SD) akan menyimpulkan seperti apa yang pernah mereka lihat. Misalnya; terhadap busana dan rias beserta ornamen-ornamen yang digunakan oleh Ken Angrok, mereka, dengan keotentikan imajinasi akan menyimpulkan bahwa seperti itulah Ken Angrok; terhadap salah satu dayang Ken Angrok yang berjilbab, mereka akan beranggapan bahwa di jaman Tumapel sudah ada yang beragama Islam (Islam sudah menjadi bagian dari Tumapel); terhadap Mpu Gandring, bisa saja mereka beranggapan bahwa Mpu Gandring dalam kesehariannya suka membuat keris-kerisan dari kayu; terhadap Mpu Purwa, bisa saja mereka beranggapan bahwa macapat Malangan lahir di jaman Tumapel; dan lain-lain.  
        Aspek drama dalam konsep ini diwakili oleh masing-masing tokoh di masing-masing space diorama yang diperankan oleh para aktor. Dengan demikian, penyikapannya adalah aktor yang sedang bermain drama (bukan sekedar peragaan kostum) seperti yang dijumpai di berbagai perhelatan karnaval.
        Ada space imajinasi yang berbeda antara fakta imajinatif di diorama dan penonton (pengunjung) dalam konteks setting of time, setting of place, dan setting of manner. Oleh kerena itulah, untuk menjadikan keutuhan dramatik dan dioramatiknya, tidak cukup dengan kesepakatan saja tapi diperlukan persiapan dan bentuk latihan yang lebih intensif.
 
 
Kontributor      : Sindu (Aktor Teater Malang) 
Editor               : Muhammad Afaf Hasyimy

Posting Komentar untuk "Diorama-Drama Media Apresiasi Bagi Pelajar Kota Malang"