Sunan Kalijaga dan Topeng

Topeng Cirebon yang dikoleksi di Museum Sono Budaya Yogyakarta (Foto ist.)
            DAMARIOTIMES - Menurut tradisi Jawa para Wali, terutama Sunan Kalijaga, selalu dinyatakan sebagai manusia yang serba bisa. Bahkan memiliki kesaktian yang luar biasa, selain dikenal dengan kesaktiannya. Sunan Kalijaga juga dikenal mengembangkan seni pertunjukan Jawa yang bersumber dari kebudayaan Hindu. Mengingat sebelum agama Islam masuk ke Nusantara, kebudayaan Hindu sudah berkembang pesat. Sehingga tata kehidupan dan kebiasaan masyarakat di Jawa pada umumnya menggunakan kebudayaan Hindu.

Topeng yang berkembang di Jawa, salah satunya juga terdapat di daerah Cirebon dan sekitarnya. Di daerah ini juga meyakini, bahwa topeng diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Dalam budaya lisan setempat, mengabarkan bahwa pada tahun 1470 tari topeng hanya untuk syiar agama. Disebarkan di darah Cirebon  oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Di Cirebon, Sunan Kalijaga dan Gunung Jati memfungsikan Tari Topeng sebagai media dakwah agama Islam.

Sunan Kalijaga yang selalu dikaktakan sebagai pencipta topeng-topeng untuk seni pertunjukan di Jawa. Wayang Topeng yang telah meluas dan berkembang diberbagai darah hingga abad ke-16. Hampir seluruh pulau Jawa, mengenal ciptaan Sunan Kalijaga sebagai pencipta topeng. Oleh karena itu, hampir di pusat-pusat perkembangan topeng selalu mengkaitkan nama Sunan Kalijaga sebagai pencipta.

Sunan Kalijaga dalam mencipta topeng-topeng itu diceritakan berkiblat pada boneka-boneka kulit dari pertunjukan Wayang Gédhog, yaitu yang membawakan cerita lakon Panji. Pertunjukan Wayang Topeng yang pertama kali diciptakan oleh  Sunan Kalijaga adalah sembilan topeng, yaitu untuk tokoh-tokoh Panji Kesatriyan, Candrasih, Gunungsari, Andogo, Raton (Raja), Klana, Danawa (raksasa), Renco (sekarang Témbém) atau Dhoyok, dan Turas (sekarang Pénthul atau bancak).

 Kisah panji dapat dikemukakan sebagai berikut: Lakon Panji yang merupakan salah satu lakon yang asli Jawa, bahkan dikatakan sebagai lakon yang tertua dari jenis lakon yang dipertunjukan, salah satunya adalah sebagai repertoar lakon Wayang Gedhog dan juga diserap dalam salah satu lakon dari pertunjukan Kentrung. Suripan Sadi Hutomo menjelaskan, bahwa nama Sarawulan versi Wayang Gedhog adalah nama lain atau julukan Retno Onengan (Ragel Kuning) yang diberikan oleh Buto Ijo.

Ragel Kuning putri Dewakusuma dari Kerajaan Jenggala Manik. Pada suatu ketika Ragel kuning dikejar-kerja oleh prajurit Kerajaan Purwakanda. Dalam pelariannya, dia  terjatuh ke dalam  sungai dan hanyut. Ketika Ragel Kuning hanyut terbawa arus sungai yang deras, tiba-tiba di tolong oleh kaluu (sejenis binatang air) dengan cara dinaikkan di atas penggung binatang itu. Setelah sampai di suatu tempat, Ragel Kuning diserahkan pada Buto Ijo, kemudian diangkat menjadi cucu yang diberi nama Retno Onengan.  Pada suatu saat, Retno Onengan direbut dan dilarikan oleh Dhoyok, abdi Raden Panji Inukertapati. Kemudian  Retno Onengan diserahkan kembali pada ayahandanya, Prabu Dewakusuma di Jenggala Manik.

Buta Ijo dan Raja Purwakanda terus mengejar  Doyok dan Retno Onengan. Keduanya bertemu  di tengah perjalanan. Ketika Dayak dan Ratno Onengan akan ditangkat, kemudian prajurit Jenggala Manik datang membantu. Buta Ijo dan Raja Purwakanda dapat di kalahkan.

 


Penulis             : Harda Gumelar
Editor               : Muhammad Affaf Hasiymy

Posting Komentar untuk "Sunan Kalijaga dan Topeng"