Darmanto Rajab (Dengkek) Dramawan Kota Malang

Darmanto Rajab (Dengkek) sumber @InfoBudaya
             DAMARIOTIMES - Saya di lingkungan seniman teater dikenal dengan panggilan keren ‘Dengkek’. Nama warisan orang tua adalah Darmanto Rajab. Ayah Abd. Rajab  dari Paiton (sebagai guru SGB di SMP Negeri 6 Malang. Cikal Bakal IKIP PGRI Malang dari sekolah itu) – Probolinggo dan Ibu, Moedadjati orang Malang yang numpang lahir di Probolinggo. Anak ke empat dari dari enam bersaudara. Hadiman Rajab adalah adik saya yang no. 5 sebagai dosen seni rupa di IKJ Jakarta.

Menikah 1992, nama istri Suhar Ismiati sebagai Ibu rumah tangga, dia adalah penari di sanggar tari Senaputra. kami dianugerahi 3 orang anak  (satu laki dan 2 perempuan) yang tumbuh dan berkembang, anak saya yang paling kecil tampaknya mewarisi kesenian. kemana saya itu main teater, baca puisi. Nama Dinda ratnya paramitra (kelas 5 SD).

Masa Kecil

            Waktu orang tua banyak acara kesenian, nanggap negeti pandowo di alun-alun, festival Ramayana di Wilwatikta. Ayah baya sebagai sebuah oranganisasi yayasan kesenian, sehingga keterlibatannya dibidang kesenian sangat padat. saya seringkali diajak nonton pertunjukan yang diselenggarakan.  Saya tidak sadar benar, bahwa saya selalu diajak nonton kesenian, termasuk wayang orang. Jika siswa budaya main di Malang, ayah saya selalu mengajak nonton. Sementara saudara saya yang lain tidak pernah diajak nonton kesenian. Pada waktu awal, saya dilarang orang tua untuk bermain teater, lama-lama mereka bosan sendiri. Sekarang malah saya disuruh mencari komunitas untuk tampil. 

Menyenangi Kesenian

Waktu SMP ikut kegiatan Pramuka, saya ketika malam api unggun selalu ditunjuk untuk membuat atraksi penampilan kreatif. sehingga saya yang selalu mendapat tugas. Para pembina selalu mengajar dan mendorong untuk membuat atraksi kreatif, salah satu adalah Pak Yudo dari SMP I.

Terjun Ke Kesenian

Mulai menekuni bidang teater dikenalkan oleh Pak Raharjo dari SMA III,  dari ikut teater ‘pitih; anggotanya umumnya adalah lulusan dari SMA III. Tempat Latihannya di gedung Cendrawasih.  Pada teater putih yang saya berkesan adalah Andang Baktiar (sekarang jadi Ahli Geologi) putra dari Pak Iksan. Aktivitas mulai 77-80an.  Nama keren saya diberikan teman-teman, melihat cara berjalan saya dengan sebutan ‘dengkek’

Kuliah di Brawijaya ambil teknik Pengairan tidak berhasil, saya bertemu dengan Hasim Amir di kegiatan teater Melarat. latihannya di sekitar IKIP Malang.  Kegiatan sampai pentas 1988.  Pengalaman yang terkesan di Teatar Melarat, saya sangat terkesan adalah observasi untuk mengenali karakter dari tokoh dengan cara silaturrahmi. Maka saya seringkali mementaskan karya orang dari pada karya sendiri.  Seperti yang dilakukan oleh Sosiawan Leak adalah aktor teater dari Solo yang  juga menerapkan teknik observasi tokoh.

Pak.  Hasim Amir adalah salah seorang yang paling menghidupkan gelora kesenian saya, orangnya sangat disiplin sehingga banyak anggota yang lari. namun justru saya sangat menikmati keunikan beliau. Belajar teater itu tidak serius yang lain, belajar seni teater itu harus dipahami sebagai pengalamam. Jadi tidak memperlukan teknik yang teriak-teriak siang malam. Karena yang diutamakan adalah kekuatan fisik dan mental sebagai aktor. Di sebut teater Melarat, kesederhanaan yang ditumbuhkan adalah menjadi jiwa, kesenian tidak perlu berlingung diteknologi. Kami main sangat sederhana, tidak mementingkan make up, pakaian juga tidak berbeda dengan penonton yang membedakan adalah penonton melihat dan saya bermain di atas panggung. Teater Melarat mulai vakum tahun 1992, pentas teater berjudul Sumur Tanpa Dasar di pentas di lingkungan IKIP Malang.

Mulai Mengembangkan Diri

Ketika jadi pengajar di IKIP PGRI Malang 1994 sekarang Kanjurunan (2000). Mengajar di Jurusan Pendidikan dan Sastra Indonesia matakuliah penyutradaraan.  Saya di kampus itu membina teater yang bernama Satrasia – universitas kanjuruhan malang.  Teater kampus yang saya bina ini, menempatkan teater sebagai media pembelajaran. Kalau di luar adalah teater sebagai seni.

Teater di Malang pada umumnya tumbuh  di Kampus, sehingga teater kampus lebih kondusif untuk berproses. Pengolaan teater yang bagus adalah di universitas Muhammadiyah Malang. Setiap Fakultas diwajibkan  untuk membuat teater sebagai manivestasi bidang yang mereka geluti.  Seringkali yang menarik adalah dari SOSPOL ketimbang mahasiswa yang menekuni bidang kebahasaan. 

Di Malang, manfaat teater bagi masyarakatnya sekitar 2005 – 2008, yaitu dapat pentas  di halaman, kalau ada yang bertanya. Anda sedang apa?. Saya menjawab dengan santai, sedang seminar. Kan, teater seringkali berdialog, atau berbicara sendiri dalam waktu yang lama.

Karya yang sering saya tampilkan adalah perang 10 November. Utamanya di Universitas Kanjuruan. Pementasan yang saya lakukan,  semua menggunakan di areal kampus Kanjuruan. Jadi agenda setiap memperingati hari pahlawan 10 november ini yang tidak ditiru dengan teater yang lain. Saya bersyukur, mahasiswa yang terlibat di teater halaman saya itu diterapkan di daerah asal mahasiswa. Ini yang sangat saya banggakan. tahun 2007 menggarap pertempuran jalan salak dibantu oleh Tentara dengan menurunkan panser, acara peringatan 60 tahun peperangan di Jalan salak. Ini yang menjadikan pemakaman Masal di Pahlawan Trip (di depan taman makam pahlawan itu).

Pengalaman  Pentas

Teater Putih berjudul Bui karya Akudiat 1980. Di Teater Melarat berjudul Aduh Putuwijaya dan Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noor. Dua karya ini digarap berkali-kali mulai 1982 – 88. Dipentaskan ke mana-mana dan yang terakhir dipentaskan di TMII Jakarta.

 

 

 

Penulis            : R. Hidajat
Editor              : Muhammad ‘Afaf Hasyimy

Posting Komentar untuk "Darmanto Rajab (Dengkek) Dramawan Kota Malang"