Cak Warianto, Pemain Ludruk yang banyak akalnya, hidup santai (foto ist.) |
Cak
Warianto, lahir tahun 1955 di Desa
Dokosari, putra dari pasangan suami istri Pak
Abdul Karim dengan Bu Kasiatun. Sejak masa kanak-kanak orang tuanya mendidik dengan
cara seperti orang desa lainnya. Tidak banyak yang diharapkan orang tunanya,
kelak setelah Warianto dewasa setidaknya dapat hidup bersama keluarga, bekerja
seperti orang-orang desa lainnya, bertani atau memelihara ternak.
Pada waktu Cak Warianto
remaja, di desanya memang banyak belajaran ludruk. Pada waktu itu di Desa
Dokosari ada ludruk Desa bernama Darma Bakti. Ludruk itu seringkali tampil di
lingkungan desanya. Teman-temannya ada yang telah ikut belajar menjadi pemain
ludruk, seperti Cak Kamari,
Cak Wakid, Slamet Nety,dan Cak Sunandri
Cak
Wari, demikian panggilan akrap di lingkungan perkumpulan
ludruk. Pada waktu itu yang memberikan pelajaran adalah Cak
Kamari, Pimpinan ludruk Putra
Persada. Tidak terlalu lama, Cak Wari sudah dapat tampil,
sungguhpun masih jadi figuran. Namun setelah dianggap dapat tampil di panggung,
Cak Wari bergabung pada perkumpulan ludruk Trijaya, Pimpinan Pak Sudono
Senggreng, setelah itu pindah
lagi pada perkumpulan ludruk Wijaya Kusuma Pimpinan Cak Jamil
Misdun.
Cak Warianto bersama istrinya Muriati ( foto ist ) |
Ketika ludruk
Wijaya Kusuma Nggedong di Desa Kluwut.
Cak Wari menikahi seorang gadis bernama Muriati. Dari pernikahannya itu
dikaruniai dua anak perempuan, anak yang pertama di beri nama Yayuk. Sekarang menjadi Guru SDN Sundan Desa Plaosan,
dan anak kedua diberi nama
Sriwigati. Sekarang menikah dengan
orang Banyuwangi.
Cak
Wari
merupakan anggota ludruk yang paling
aktif dan jarang pulang, maka sampai sekarang terbiasa tidak betah di Rumah, selalu ingin bertemu teman-temannya untuk hanya
sekedar ngobrol tentang pengalaman. Namun Cak Wari juga memiliki kesibukan
sebagai petani, pagi
ke sawah, tapi jika ketemu teman juga menyempatkan diri untuk
berbincang-bincang santai.
Pemain ludruk yang tekun bertani ini dalam panggung Ludruk tidak ambisius, dia sangat Legawa didapuk apa saja oleh Sutradara. Semua peran selalu diterima dengan penuh tanggung jawab, bahkan Jadi wayang kintilan / figuran tidak dipermasalahkan. Cak Wari mengaku; yang terpenting pentas ludruknya Sukses. Itulah pengabdiannya Cak Warianto terhadap ludruk. Hal tersebut dilandasi komitmen, bahwa ikut ludruk tidak harus jadi peran utama, walaupun Jadi peran pembantu harus mengabdi kepada peran yang dibawakan, bahkan dia setiap ikut ludruk jarang pindah pindah kecuali ludruk yang diikuti bubar. Dengan tersenyum, ‘aku ini bukan pemain ludruk kutu loncat”. Maklum Cak Wari membawa Bedhak (Lapak) di tobong ludruk itu sambil Jualan, maka ketika di Ludruk Wijaya Kusuma mendapat julukan “Si Penghuni Gedong”.
Covid-19 bagi Cak Wari
sebuah tantangan untuk mengolah kreativitas,
ingat Cak Wari, ingat Sayid Markaban dalam Serat Centhini, Sayid Markaban tidak
pernah kehabisan akal untuk
mengahadapi situasi apapun, dia selalu menciptakan bekerjaan baru untuk
mendapatkan uang. Begitupun Cak Wari, dalam situasi Pandemi dia menjadi orang
yang paling sibuk, kok sibuk ?. Ketika Pagi
hari pergi ke sawah untuk bertani.
Ketika siang
hari selalu ’nongkrong di dekat lampu merah Kepanjen. Tapi jangan salah, Cak Wari tidak lagi bertemu teman-temannya untuk menceritakan
pengalamannya menjadi pemain ludruk, tapi kini Cak Wari menjadi anggota Gojek.
Editor : Harda Gumelar
Posting Komentar untuk "Cak Warianto Pemain Ludruk yang Jadi Penarik Gojek"