Mengangkat Martabat Tari Kampus: Festival Tari Seremonial; Gagasan Gemilang dari IKASTISI 2025

 

ketika menonton penayangan tari dokumenter: Saraswati (Foto ist.)


Damariotimes. Pertemuan reuni IKASTISI 2025 yang baru saja berlangsung di Kampus Jurusan Seni Tari ISI Yogyakarta  (27 juni 2025) suasana hangat penuh keakraban justru menjadi ladang subur bagi tumbuhnya ide-ide segar nan revolusioner. Ketika kami menyaksikan penayangan film dokumenter tari seremonial ISI Yogyakarta, yaitu Tari Saraswati. Salah satu gagasan paling menarik yang mencuat dari perbincangan saya yang mengalir santai dengan Bapak Dr. Bambang Pujaswara, yang akrab disapa Mas Bambing; tentang Festival Tari Seremonial Kampus. Ide cemerlang ini, yang bermula dari obrolan mendalam Mas Bambing beberapa waktu lalu dengan Prof. Dr. I Wayang Dibia, menawarkan sebuah perspektif yang sama sekali baru dalam memaknai dan mengapresiasi fungsi tari di lingkungan akademik, khususnya di kampus-kampus seni yang memang dikenal kaya khazanah tari-tarian upacara dan seremonialnya.

Gagasan ini muncul begitu saja, spontanitas yang indah, saat kami berdua asyik menyaksikan film dokumenter tentang tari Saraswati, sebuah mahakarya tari kebanggaan ISI Yogyakarta. Tari Saraswati, mirip dengan banyak tari seremonial lain yang dimiliki oleh berbagai kampus seni di seluruh Nusantara, memang secara khusus diciptakan untuk mengiringi momen-momen sakral dan penting seperti sidang senat terbuka, upacara wisuda yang penuh haru, atau perayaan dies natalis kampus. Namun, seperti yang diungkapkan Mas Bambing dengan nada prihatin, potensi sesungguhnya dari tari-tari ini terasa belum sepenuhnya tergali. Mereka, dalam banyak kesempatan, masih sering diposisikan hanya sebagai pelengkap atau pengisi acara semata, tanpa ada upaya apresiasi yang lebih mendalam terhadap nilai artistik, kekayaan filosofis, apalagi latar belakang historis yang melekat erat pada setiap geraknya.

 

Alasan Festival Tari Seremonial Kampus

Gagasan untuk menggelar sebuah festival khusus yang secara eksklusif menampilkan tari-tari seremonial kampus ini sejatinya memiliki beberapa alasan kuat yang menjadikan terobosan ini patut diperjuangkan dan diwujudkan. Pertama-tama, festival ini akan menjadi sebuah bentuk pengakuan dan apresiasi yang sangat berarti terhadap karya-karya tari kampus. Selama ini, tari-tari seremonial seringkali dilabeli sebagai "tari tugas" atau sekadar pengisi jadwal. Dengan adanya festival ini, tari-tari tersebut akan mendapatkan panggung yang layak, sebuah sorotan khusus yang secara terang-terangan mengakui keberadaan dan nilai artistik yang terkandung di dalamnya. Ini adalah bentuk apresiasi nyata yang ditujukan kepada para koreografer visioner, penari-penari berbakat, dan seluruh seniman di balik terciptanya setiap gerak dan makna dalam karya-karya yang mungkin selama ini tersembunyi.

Lebih jauh lagi, festival ini juga berperan penting dalam pelestarian dan pengembangan warisan budaya kampus. Setiap tari seremonial membawa serta cerita panjang, filosofi mendalam, dan sejarah yang unik. Festival ini bisa difungsikan sebagai wadah yang efektif untuk mendokumentasikan setiap detail gerak, mengkaji makna-makna tersembunyi, dan bahkan memberikan ruang bagi pengembangan lebih lanjut dari tari-tari tersebut. Generasi muda, melalui festival ini, akan memiliki kesempatan emas untuk lebih mengenal dan memahami kekayaan budaya tak ternilai yang diwarisi oleh kampus mereka. Ini juga secara otomatis membuka peluang lebar untuk revitalisasi tari-tari yang mungkin sudah jarang sekali dipentaskan, menghidupkannya kembali dari tidur panjangnya.

Aspek peningkatan kualitas dan inovasi juga menjadi daya tarik utama. Ketika sebuah karya tari dipersiapkan untuk sebuah festival, akan ada dorongan alami yang kuat untuk terus meningkatkan kualitas pementasannya. Dorongan ini bisa menjelma dalam bentuk eksplorasi koreografi yang lebih mendalam dan berani, penataan musik yang jauh lebih apik dan menggugah, atau desain kostum yang semakin menawan dan detail. Jika festival ini juga melibatkan unsur kompetisi, maka semangat tersebut akan semakin membara, memacu inovasi dan kreativitas para seniman dalam menginterpretasikan tari seremonial tanpa harus mengikis esensi dan nilai luhurnya.

Festival ini juga dapat bertransformasi menjadi sebuah wadah yang sangat strategis untuk bertukar gagasan dan menjalin kolaborasi antar-kampus. Bayangkan, para seniman, akademisi, dan praktisi tari dari berbagai kampus di seluruh Indonesia dapat bertemu, berdiskusi secara mendalam, dan berbagi pengalaman berharga. Ini tentu saja akan membuka peluang kolaborasi lintas kampus yang belum pernah terpikirkan sebelumnya, misalnya dalam menciptakan sebuah tari seremonial baru yang berhasil menggabungkan elemen-elemen unik dari berbagai tradisi tari yang berbeda, menciptakan harmoni yang indah dan kaya.

Terakhir, namun tak kalah penting, festival ini akan menjadi sarana promosi identitas kampus yang sangat efektif. Tari seremonial adalah bagian tak terpisahkan dari jiwa dan identitas sebuah kampus. Dengan memamerkannya dalam sebuah festival yang megah, kampus-kampus dapat memperkenalkan keunikan dan kekayaan budayanya kepada khalayak yang jauh lebih luas, tidak hanya dari kalangan akademisi dan seniman, tetapi juga masyarakat umum yang haus akan tontonan berkualitas. Ini secara langsung akan meningkatkan citra kampus sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya berfokus pada ilmu pengetahuan, tetapi juga peduli dan berkomitmen tinggi terhadap pelestarian serta pengembangan seni dan budaya.

 

Menjelajahi Tantangan dan Menggapai Peluang Implementasi

Meskipun ide ini tersebut menarik dan menjanjikan, tentu saja ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam mewujudkannya. Tantangan pertama yang seringkali menjadi batu sandungan adalah masalah pendanaan. Mengadakan sebuah festival tari berskala nasional, apalagi internasional, sudah barang tentu membutuhkan alokasi dana yang tidak sedikit. Namun, hambatan ini bukanlah akhir segalanya. Solusi bisa dicari dengan aktif mencari sponsor dari berbagai lembaga pemerintah, sektor swasta yang peduli seni, atau bahkan melalui inisiatif crowdfunding yang melibatkan partisipasi masyarakat luas, dan kedua adalah koordinasi antar-kampus. Menyelenggarakan festival yang melibatkan banyak kampus dengan karakteristik dan kebijakan yang berbeda, diperlukan koordinasi yang sangat matang dan komitmen yang kuat dari masing-masing institusi. Langkah awal yang baik bisa dimulai dengan membentuk sebuah panitia bersama yang melibatkan perwakilan dari berbagai kampus, menciptakan sebuah tim solid yang bergerak dengan visi yang sama.

Namun, di balik setiap tantangan yang mungkin muncul, selalu ada peluang besar yang menanti untuk digenggam. Festival ini berpotensi besar untuk bertransformasi menjadi agenda tahunan yang paling dinanti-nanti, tidak hanya oleh komunitas tari, tetapi juga oleh masyarakat umum. Bayangkan sejenak sebuah festival megah di mana berbagai kampus seni dari Sabang sampai Merauke menampilkan tari-tari seremonial mereka yang penuh makna, keindahan, dan keagungan. Ini akan menjadi tontonan yang tidak hanya menghibur mata, tetapi juga edukatif dan sangat inspiratif bagi setiap jiwa yang menyaksikannya.

Gagasan brilian dari Prof. Dr. I Wayang Dibia yang dengan apik disampaikan oleh Mas Bambing adalah permata terpendam yang sudah terlalu lama menunggu untuk digali. Sebuah festival yang mampu mengangkat martabat tari seremonial kampus adalah langkah maju yang akan memberikan dampak positif jangka panjang bagi seluruh ekosistem seni tari di Indonesia. Ini bukan sekadar tentang pementasan semata, tetapi juga tentang pengakuan yang layak, pelestarian warisan tak benda, inovasi tanpa batas, dan kolaborasi yang sinergis.

 

Penulis: R. Dt.

 

Posting Komentar untuk "Mengangkat Martabat Tari Kampus: Festival Tari Seremonial; Gagasan Gemilang dari IKASTISI 2025"