Kepatuhan Terhadap Guru adalah Jalan Mencapai Puncak Ilmu Tertinggi

 

Sunan Kalijaga (Ilustrasi: Denny Hendrifika)
DAMARIOTIMES - Ada penggalan cerita menarik dari epos Mahabharata tentang kepatuhan seorang siswa terhadap Gurunya. Kepatuhan total tanpa kecurigaan sedikitpun. Kepatuhan tanpa prasangka negatif dan selalu husnudzon terhadap Gurunya.

Cerita tersebut terangkum dalam suluk Dewaruci gubahan Sunan Kalijaga yang ceritanya masih terjaga hingga sekarang. Karena di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dipandang sangat mendidik.

Meski diceritakan dalam banyak versi, sehingga mengakibatkan  pemaknaan yang berbeda-beda dari setiap penulis, suluk Dewaruci tetap menarik untuk disimak karena sarat akan makna pembelajaran tentang kehidupan, utamanya tentang memuliakan Guru untuk memperoleh kesejatian ilmu.

Ilmu sejati yang dimaksud adalah sumber dari segala sumber ilmu yaitu Tuhan itu sendiri. Semakin mandalami samudra keilmuan maka semakin dekatkan pemahaman seorang hamba terhadap “keberadaan” Sang Pencipta.

Suluk, serat atau surat Dewaruci bercerita tentang perjalanan Bima (Werkudoro) dalam mencari air suci Perwita Sari yang konon air suci dapat membawa Bima bertemu dengan Tuhannya. Ia lalu menghadap pada sang Guru yaitu Rsi Durna yang dikenal sebagai Maha Guru bagi keluarga kerajaan Hastinapura.

Singkat cerita atas petunjuk dari sang Guru, Bima melakukan perjalanan mencari air suci Perwita sari di sebuah hutan lebat di daerah Hidimbawana yang dihuni bangsa raksasa pemangsa manusia. Semua saudaranya berusaha mencegah agar Bima urung mencari air suci tersebut, namun Bima menolak karena ia merasa wajib patuh terhadap Gurunya, Rsi Durna.

Akhirnya Bima memasuki hutan Hidimbawa sendirian dan serta merta menerima serangan dan teror dari para penghuninya yang merupakan sosok raksasa-raksasa pemangsa manusia. Bima melakukan perlawanan dan menewaskan banyak raksasa disana. Hidimba sang raksasa raja Hidimbawana pun menjadi sangat marah dan menantang duel Bimasatu lawan satu. Terjadilah pertempuran dasyat hidup mati selama sehari semalam yang menewaskan raja Hidimba.

Keperkasaan Bima diakui setelah membinasakan Hidimba. Setelah menikahi adik raja yang bernama Hidimbi, Bima menjadi raja Hidimbawana. Bima tinggal di Hidibawana sampai kelahiran Gatutkaca putranya yang pertama, kemudian ia kembali pulang ke Astinapura untuk menemui Gurunya, Rsi Durna.

Rsi Durna kaget atas kembalinya Bima di Hastinapura, yang disangkanya telah mati dimangsa para raksasa Hidimbawana. Sesampainya di Hastinapura Bima menghadap sang Guru dan menyampaikan permohonan maafnya karena dia tidak berhasil mendapatkan air suci Perwita Sari di Hidimbawana.

Mengetahui bahwa Bima gagal memperoleh air suci Perwita Sari, selanjutnya Rsi Durna menugasi kembali Bima untukmencarinya di sebuah samudra dimana dua aliran air saling bertemu. Tanpa ragu-ragu Bima langsung menuju ketempat yang ditunjuk oleh Gurunya tersebut.

Begitu tiba dilokasi pertemuan dua aliran ditengah samudra, Bima disambut oleh naga raksasa penguasa samudra yang langsung menelannya bulat-bulat. Saat sang naga kembali masuk ke dalam samudra, Bima yang ternyata masih hidup langsung membelah perut sang naga dari dalam dengan kuku Pancanaka miliknya sehingga nag aitu mati.

Bima selamat dan berhasil dalam pertarungan dengan naga penguasa samudra, menepi di bibir pantai. Bima menjadi semakin bingung mengapa air Purwita Sari yang dikatakan oleh Gurunya tetap saja tidak ia temukan. Sedih dan takut mengecewakan Gurunya, ia terus merenung sambil berjalan menelusuri pantai hingga ia bertemu seseorang yang menurutnya sangat aneh.

Orang tersebut memiliki wujud sebagaimana wujud Bima namun dalam usia yang masih kanak-kanak. Bima bertanya siapa namanya?, namun hanya dijawab “aku adalah jagad yang kamu cari”. Lalu Bima dalam wujud anak-anak tersebut meminta Bima untuk masuk ketelinganya. Bima berkata, “bagaimana mungkin aku masuk kedalam dirimu, aku besar dan kamu sangat kecil?”. Namun pada akhirnya Bima masuk kedalam diri Bima kecil melalui telinganya. Bima kecil adalah Dewa Ruci atau wujud lain dari dewa Wisnu, dewa pengetahuan dan kebijaksanaan. Disanalah Bima menemukan “wujud’ Tuhan yang dicarinya, yang kemudian ia menyatu di dalam-Nya.

Cerita ini tentunya merupakan analogi berbagai peristiwa yang diceritakan Sunan Kalijaga dalam suluk Dewaruci. Namun pesan kuat yang disampaikan dalam suluk tersebut adalah kepatuhan kepada sang Guru dengan tanpa sedikitkun keraguan dan prasangka buruk, akan membawa seseorang menperoleh tujuannya dengan beragam cara. Meski itu adalah wujud penderitaan namun ternyata banyak manfaat yang bisa diambil dari pengalaman penderitaan tersebut.

Tentu saja tidak dapat diartikan secara harfiah bahwa kepatuhan adalah kepatuhan total yang harus menurut ketika meski diperintahkan negatif. Adapun berbagai metode belajar yang diberkan oleh seorang Guru, seringkali dianggap menyulitkan atau membawa derita bagi siswanya. Hal tersebut lebih banyak terjadi karena siswa belum memahami maksud dan tujuan sang guru. Karena sejatinya seorang Guru tidak sedikitpun terbersit niat dalam dirinya untuk mencelakakan siswanya. Jika Guru berniat menjerumuskan siswanya.

 


Konteributor   : Denny Hendrifika
Editor              : Harda Gumelar

 

Posting Komentar untuk "Kepatuhan Terhadap Guru adalah Jalan Mencapai Puncak Ilmu Tertinggi"