Cak Wito Hs., aktor Ludruk Sukses Putranya jadi ABRI dan Pengusaha

Cak Wito (tengah) ketika tampil besama Kartolo Cs. (foto ist.)

DAMARIOTIMES - Bedug bedug Nang lesanpura. Nyambut gawe Ngludruk anak Urip Mulya (bedug-bedug ke Lesanpura, Bekerja ngeluduk anaknya hidup muliya) demikian parikan yang secara spontan diucapkan oleh Suwito Hery Sasmito, salah seorang pemain ludruk Malang yang pupuler dan serba bisa. Semua sutradara ludruk di Malang mengenalnya.

Jika anda ingin mengenal lebih dekat, Suwito Hery Sasmito adalah putra seorang kenil (tantara Belanda) bernama Suro Dahono. Ibunya bernama Lamini. Pria berperawakan kecil ini lahir Bulan Januari Tahun 1950 di Kampung Klampisan Kota Malang.

Sejak masa kanak-kanak sudah akrab dengan kesenian ludruk, sebab di kampung Klampisan menjadi markasnya seniman Ludruk. Oleh sebab itu tidak heran jika darah seni yang  menjadi bagian kehidupan masyarakat Kampung Klampisan juga mengalir dalam dirinya. Dengan rasa bangga, terus menekankan, bahwa dirinya memang sudah ditakdirkan menjadi seniman.

Pemilik Nama lengkap YP. Suwito Hery Sasmito, mengaku  sejak SMP sudah pandai menari. Maka tidak mengherankan, selain menjadi pemain ludruk juga menjadi pemain wayang orang, bahkan pernah lama ikut sebagai pemain Ketoprak Gaya Baru Siswo Budoyo dari Tulungagung.

Cak Wito Hs menjadi aktor ludruk tidak instan atau tiba-tiba,tapi melalui proses yang cukup panjang. Menurut ceritanya,  Pada tahun 1955 Malang terdapat banyak perkumpulan kesenian Rakyat ada Wayang Orang, Jangger, Ketoprak dan Ludruk, secara tidak langsung satu sama lain saling mempengaruhi sehingga terjadi akulturasi budaya, baik dari segi bahasa maupun pada penyajiannya. Di usianya yang ke-71, Cak Wito Hs merasa bersyukur bisa menjadi Seniman Ludruk, berkat dari ketekunan serta kesungguhan yang dilakukan secara ikhlas

Pengetahuan Cak Wito yang akrap disebut Wito Kancil sangat luas. Bahkan mengenal betul tentang asal usul  ludruk. Pada awalnya ludruk  hanya mementaskan drama kehidupan sehari-hari, judul dan tema lakon juga sederhana misalnya Kentang Gobis, Rahayu Slamet, setelah pemain ludruk sering berbaur  dengan pemain Ketoprak, Cerita yang bersumber dari sejarah dan legenda yang biasa di pentaskan di panggung Ketoprak akhirnya juga dipentaskan di panggung ludruk, seperti Lakon Untung Suropati,Jaka Tarub, Jaka Kendil dan  Damar Wulan Ngarit Minak Jinggo Gandrung.

Perbincangan yang santai terus menjadi serius, Cak Wito menjelaskan ludruk dekade tahun 1960an,  Ludruk di Jawa Timur ada dua aliran yaitu (1) Aliran Marhen, para pemain ludruk Marhen memiliki intelektual yang luar biasa, rasional, dan kritis, dan (2) Aliran Jombang. Aliran Jombang mengandalkan Kepruk  untuk menutupi kekurangan.

Kedua duanya memiliki penggemar yang luar biasa,, hanya  bedanya, ludruk Marhen mempunyai penggemar masyarakat kelas menengah ke atas,  sedangkan Aliran Jombang memiliki penggemar masyarakat kelas bawah.

Grup ludruk Jawa Timur yang mengikuti Aliran Jombang antara lain: ludruk Putra Bhirawa, ludruk Enggal Tresno, ludruk RRI Surabaya,. Sedangkan Grup ludruk yang mengikuti Aliran Marhen adalah Ludruk Tansah Trisno Surabaya, Ludruk Skorpet dan ludruk Wijaya Kusuma Unit II Malang.

Om Sagi sutradara ludruk Marhen betah hidup di Malang, Karena Konsep serta Kreativitas Yang di kembangkan ludruk Marhen bisa ditemukan di ludruk Wijaya Kusuma Unit II.

Om Sagi selama berbaur dengan seniman ludruk Malang menghasilkan Lakon Geger Pabrik Kedawung yang sampai sekarang diabadikan oleh semua perkumpulan ludruk yang ada di Malang. Bahkan menurut  Cak Wito Hs, Sejak era Tahun 1960an, Ludruk Malang selalu tampil beda, contoh Lakon Sakera, Malang dan Surabaya berbeda, Surabaya Sakera Stambol, Malang Sakera Sejarah. Ludruk Malang paling kaya  mengembangkan kreativitas, Ludruk Malang kaya interpretasi.

Pada Tahun 1960an di Malang banyak memunculkan Pemain berkarakter, sebut saja Pak Atim dan Pak Astro mereka adalah pemeran Sakera yang hebat, dua tokoh tersebut adalah seniman ludruk asal Gondanglegi. Selain dari pada itu masih banyak Pemain ludruk yang bisa memerankan tokoh Sakera, antara lain : Cak Cokek Sakera di Karak, Pak Buang Sakera Anteng, Tajab dan Samsuri, Sakera Kereng. Ada Jama’Ali dan Misman.

Lakon Sawunggaling versi Surabaya Ada Regyan Sosro Hadiningrat Amangkurat Amral dan ada Raja Maulana, Ludruk Malang Patih Sindu Rejo dan Ada Satar Satir Macak Raksasa Kiprah Gending Blendrong, yang biasa di perankan oleh Cak Wito.

Perkumpulan Ludruk zaman dulu Rukun, antar organisasi bisa saling membatu, ketika ludruk Wijaya Kusuma Unit I kekurangan Pemain bisa minta bantuan Ludruk Wijaya Kusuma Unit II.dan yang istimewa ketika Ada Ludruk lain Anjang sana benar benar di hormati di jamu layaknya tamu agung dan pulang di sangoni ( di beri uang saku ) dan yang istimewa pemain ludruk jaman dulu itu secara individu matang matang, mapan, mantap, mumpuni. Lebih dari itu Perkumpulan ludruk jaman dulu masing masing punya andalan dan ciri khas baik lakon maupun lawakannya.ludruk jaman dulu setiap Grup penampilannya beda karena Pemainnya beda, di Wijaya Kusuma Unit II ada Cak Tamin Cak Samingun,di Persada ada Cak Subur dan Cak Hari, Di Armada ada Cak Kusbowo dan Cak Buari dll.Sehingga masyarakat penanggap bisa memilih Grup ludruk favoritnya.

Selain sebagai pemain ludruk, pengalamannya berorganisasi membutkikan telah puluhan tahun menjadi pimpinan Sanggar Senaputra Malang, pada tahun 1980 - 1990an. Sanggar Senaputra ketika dinahkodai Cak Wito Hs, sempat menjadi perhatian masyarakat seniman Jawa Timur, pasalnya hampir setiap tahun Muridnya Tampil di Festival Seni Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Karya tarinya Tari Andong, Tari Lekak lekuk, Tari Genitri. Dan Tari Grebeg Wiratama adalah hasil meraih nominasi kejuaraan. Selain dari pada itu, juga menjadi penulis naskah sekaligus Sutradara  Cak Kartolo Grup. Ibaratnya, Cak Wito ini adalah kamus hidup, kalau diskusi tentang   ludruk sehari semalam tidak selesai, karena pengetahuan dan pengalamannya memang sangat luas.

Suaminya, Bu Sri Murwati  ini sangat kaya pengalaman,selain mumpuni ilmu tari klasik dan tradisi, di dalam dunia seni peran, Cak Wito adalah pakar seni pertunjukan. Maka ketika di Ludruk Wijaya Kusuma Unit II menjadi pemain serba bisa yang sangat dibutuhkan, bahkan banyak pengemarnya. Tidak hanya laki-laki, tapi banyak wanita yang mengagumi kepiawaiannya.

 

 Cak Wito pada poster penyajian Ludruk di Taman Krida Budaya Malang Jawa Timur (foto Ist.)

Cak Wito Hs. adalah Ludruk Tulen, ia tidak pernah bosan menceritakan  pengalaman batin nya, terlebih yang berkaitan dengan ludruk. Segudang Prestasi telah di peroleh,  mulai Penulis Naskah Ludruk terbaik se Jawa Timur sampai Menjadi Sutradara Ludruk di TAMAN ISMAIL MARZUKI  Jakarta ketika Cak Kartolo Pentas ludruk Kolaborasi dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Untung Rajab bersama Artis Ibu Kota Bermain Ludruk.

            Cak Wito Hs satu satunya Pemain ludruk yang pernah Ngidung di depan Peti Jenazah Ibundanya Dr. Sindunata Budayawan Yogyakarta asal Kota Batu yang biasa di Panggil Romo Sindu, konon ketika masih hidup, Almarhumah kepingin nanggap ludruk.

Cak YP Suwito Hery Sasmito dengan Sri Murwati; pasangan serasi (Foto Ist.)
             Pernikahan Cak YP Suwito Hery Sasmito dengan Sri Murwati dikaruniai empat anak yaitu : Octaverry Setyo Utomo, Aprilia Setyo Wicaksono, Ary Setyo Nugroho, dan Febri Setyaning Pratiwi semuanya sudah sukses, bahkan Putra kedua Aprilia Setyo Wicaksono adalah  lulusan Akabri berpangkat Kolonel dinas di Mabes TNI Jakarta, Ary Setyo Nugroho menjadi anggota TNI berpangkat Sersan.



Reporter          : Marsam Hidajat
Editor              : Harda Gumelar

Posting Komentar untuk "Cak Wito Hs., aktor Ludruk Sukses Putranya jadi ABRI dan Pengusaha"