Damariotimes. Denpasar, Bali — Institut Seni Indonesia (ISI) Bali menunjukkan
komitmennya dalam pelestarian seni dan budaya tradisional melalui kegiatan
Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) yang berfokus pada pelatihan Tari Rejang
Teratai Putih. Kegiatan ini dilaksanakan di Banjar Dukuh Tangkas, Desa Pemogan,
Denpasar Selatan, Provinsi Bali, sebagai bagian integral dari pelaksanaan Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
Kontribusi ISI Bali dalam Memperkuat Nilai Budaya
Lokal
Kegiatan
PKM ini diketuai oleh Tudhy Putri
Apyutea Kandiraras, S.Sn., M.A., dengan anggota tim yang terdiri dari
akademisi dan mahasiswa, yaitu Ni Made Haryati, S.Sn., M.Sn, Reni Anggraeni,
S.Pd., M.Pd, Ni Luh Pande Kartika Shanti Gyani, Ni Putu Anik Sudiani Patmayoni,
dan I Made Yogi Wijaya Mahendra.
Tujuan
utama dari pelatihan ini adalah untuk melestarikan
seni tari tradisional Bali serta memperkuat
peran aktif masyarakat dalam menjaga dan menjiwai nilai-nilai budaya
lokal. Inisiatif ini merupakan bentuk nyata kontribusi ISI Bali dalam mendukung
keberlanjutan warisan seni dan budaya di tengah perkembangan zaman.
Antusiasme Masyarakat dalam Menjaga Kesucian Tari
Rejang Teratai Putih
Pelatihan
ini mendapat respons yang sangat positif dari masyarakat setempat, khususnya
para ibu-ibu PKK dan anggota Sekaa Teruna Teruni (STT) Banjar Dukuh Tangkas.
Mereka menunjukkan antusiasme tinggi untuk mempelajari Tari Rejang Teratai
Putih, sebuah karya agung dari Bapak I
Ketut Rena.
Tarian
ini secara visual dan spiritual menggambarkan
keindahan dan kesucian bunga teratai sebagai simbol bhakti
(pengabdian) tulus kepada Sang Pencipta. Rejang Teratai Putih sarat dengan nilai spiritual, estetika, dan sosial
yang merefleksikan semangat pengabdian dan kebersamaan yang menjadi ciri khas
masyarakat Bali.
Metode Partisipatif dan Pembelajaran Komprehensif
Pelatihan
ini dirancang untuk berlangsung selama kurang lebih tiga bulan, menggabungkan sesi teori dan praktik langsung. Peserta
diperkenalkan pada berbagai aspek komprehensif dari kesenian ini, meliputi:
· Sejarah dan makna filosofis tarian.
· Struktur dan ragam gerak tari (melalui tahapan pepeson, pengedeng, dan pekaad).
· Tata rias dan busana khas Rejang Teratai Putih, yang
didominasi warna putih dan kuning sebagai lambang kesucian dan sari bunga
teratai.
Dalam
sesi praktik, peserta dilatih secara bertahap hingga mampu menampilkan tarian
secara utuh. Tim pelaksana menerapkan pendekatan
pembelajaran partisipatif dengan metode
drill untuk menanamkan pemahaman teknis dan spiritual secara
mendalam. Pendekatan ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran dan kecintaan
yang lebih dalam masyarakat terhadap seni tradisi daerah.
“Melalui
kegiatan pengabdian masyarakat ini, kami berupaya menghadirkan seni tari ke
tengah kehidupan masyarakat, bukan hanya sebagai tontonan, tetapi juga sebagai
sarana pembinaan karakter, spiritualitas, dan identitas budaya,” ujar salah
satu dosen pelaksana.
Kegiatan
Pelatihan Tari Rejang Teratai Putih di Banjar Dukuh Tangkas ini menjadi model
kolaborasi yang berhasil antara akademisi dan masyarakat, menciptakan ruang
belajar yang bermakna, dan secara efektif memperkuat keberlanjutan warisan seni dan budaya Bali.
Reporter : R.Dt.

Artikel ini menginspirasi: kolaborasi ISI Bali dalam pengabdian memperkuat budaya lokal, literasi komunitas, dan semangat gotong-royong bermakna.
BalasHapussemoga kesenian yang sudah turun-temurun dari nenek moyang bakal terus lestarii
BalasHapus